Beatrix Catharina de Rijk lahir di Surabaya pada 24 Juli 1883 dan sebelum menjadi pilot, dia memulai karir sebagai model, memperagakan busana dari butik-butik terkenal di Paris.

Beatrix senang berpetualang dan memiliki hobi “berbahaya”, mengendarai kuda, motor, dan mobil, serta ikut dalam penerbangan balon udara di klub ‘Stella’. Belajar terbang dan menjadi pilot menjadi tantangan dia berikutnya, apalagi Paris memang dilanda eforia penerbangan setelah demo terbang yang dilakukan oleh Wright Bersaudara pada tahun 1909.

Dia lantas berangkat ke Betheny untuk belajar terbang dengan pilot terkenal Marcel Hanriot, lulus tes pada bulan September 1911 dan resmi mendapat brevet terbang nan prestis Aero Club de France no. 652 pada tanggal 6 Oktober 1911. Hanriot sebagai instrukturnya bahkan memuji Beatrix, “…kemampuannya bahkan lebih baik dari sebagian besar pilot laki-laki dan cepat menangkap pelajaran teknis menerbangkan pesawat.”

Beatrix-de-Rijk-brevet
Buku brevet pilot Beatrix de Rijk, mendapatkan brevet Aero de France no.659.

Karena berasal dari keluarga berada, Beatrix sanggup membeli pesawat sendiri yaitu tipe Deperdussin Monoplane 1910 dan karena pilot perempuan masih jarang, beberapa butik di Paris mengambil kesempatan menggunakan Beatrix untuk mempromosikan pakaian dan parfum buatan mereka.

Beatrix juga berniat mendemonstrasikan kemampuan terbangnya ke seluruh dunia termasuk tanah kelahirannya Hindia Belanda. Sumatra Post pada tanggal 11 Mei 1912 memberitakan bahwa di Surabaya telah dibentuk panitia yang akan mengundangnya. Namun ternyata batal, dia masih sibuk terbang di Perancis, bahkan belajar terbang dengan pesawat air.

Saat Perang Dunia I meletus, Beatrix menawarkan diri dan pesawat miliknya bergabung ke militer Perancis. Ternyata ditolak, ada isu gender. Militer di dunia waktu itu masih belum menerima kaum hawa baik sebagai tentara reguler maupun sukarelawan. Usaha berikutnya untuk bergabung ke Belanda juga sama, selain isu yang sama, militer Belanda belum memiliki ketertarikan atas penerbangan.

Kecewa dengan tanggapan kedua negara, Beatrix memutuskan pensiun sebagai pilot, menikah (untuk kedua kalinya), dan tinggal di Hindia Belanda. Nasibnya tragis, selain bercerai pada tahun 1934, putra satu-satunya (dari pernikahan pertama) meninggal saat Perang Dunia II di kamp tahanan Jepang. Beatrix kembali ke Belanda, wafat dalam keadaan miskin dan sendirian di Den Haag pada 18 Januari 1958. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)