Pantjar gas merupakan istilah “tempo doeloe” untuk mesin jet. Tidak terlalu salah juga istilah ini mengingat daya dorong yang dihasilkannya berupa gas panas bertekanan tinggi. Konsep ini sudah lama ada sejak percobaan oleh Hero asal Alexandria, Mesir pada awal abad pertama.
Setelah kehadiran pesawat pertama Flyer buatan Wright Bersaudara, dimulailah usaha memasang mesin jet primitif di pesawat. Mesin jet kemudian menjadi mesin masa depan karena mesin piston yang memutar baling-baling memiliki keterbatasan saat baling-baling tersebut berputar mendekati kecepatan suara, daya dorongnya menjadi tidak efektif lagi.
Awalnya tidak terlalu memuaskan karena daya dorong yang dihasilkan masih minimal dengan konsumsi bahan bakar yang boros. Terobosan baru hadir pada akhir 1930-an dan awal 1940-an. Frank Whittle asal Inggris dan Hans von Ohain asal Jerman menghadirkan mesin jet tipe sentrifugal (centrifugal-flow compressor) diikuti oleh Anselm Frans asal Austria membuat tipe aksial (axial-flow compressor).
Sejarah menunjukan bahwa tipe sentrifugal menjadi tipe mesin jet yang dipakai meluas pasca Perang Dunia II. Tapi karena bentuknya yang gemuk membuatnya terbatas dalam desain pesawat jet selanjutnya yang menginginkan badan lebih langsing agar lebih cepat untuk terbang supersonik. Oleh karena itu kemudian lebih dipakai meluas adalah mesin jet tipe aksial, terlebih lagi tipe ini dapat diaplikasikan untuk memutar baling-baling yang disebut sebagai propfan atau turboprop.
Kehadiran mesin jet di Indonesia dimulai dengan kedatangan pesawat tempur/latih lanjut de Havilland DH.115 Vampire asal Inggris pada tahun 1956. Pesawat ini menjadi awal terbentuknya skuadron percobaan Kesatuan Pantjar Gas (KPG), cikal bakal Skuadron 11 AURI yang bermarkas di Pangkalan Angkatan Udara Husein Sastranegara, Bandung.
Sedangkan untuk sipil, Convair CV990A Coronado asal Amerika Serikat menjadi pesawat jet pertama yang dimiliki Garuda Indonesian Airways (GIA), hadir pada tahun 1963. Sama seperti AURI, kehadiran pesawat penumpang tercepat di dunia era 1960-an ini merupakan loncatan teknologi karena masih mengandalkan Douglas C-47/DC-3 Dakota dan Convair 240/340/440 yang bermesin piston.
Sedangkan kedatangan C-130B Hercules untuk Skuadron Angkut 31 dan Lockheed L188 Electra untuk GIA, masing-masing pada tahun 1960 dan 1961, merupakan awal kehadiran mesin propfan di Indonesia. Kedua tipe pesawat ini berasal dari produsen yag sama yaitu Lockheed Corp. yang berkedudukan di Burbank, California. Penjualan secara paket kedua pesawat ini merupakan hasil diplomasi Presiden Soekarno dan Presiden Kennedy untuk memulihkan hubungan antara kedua negara Indonesia dan Amerika Serikat pasca keterlibatan CIA (Central Intelligence Agency) dalam pemberontakan dalam negeri akhir 1950-an. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)