Registrasi PK adalah tanda registrasi di pesawat sipil Indonesia dengan diikuti tiga alfabet berikutnya. Indonesia mendapatkannya dari warisan Hindia Belanda.

Satu registrasi ini hanya boleh dipakai di satu pesawat saja. Setelah pesawat itu tidak didaftarkan ulang oleh pemiliknya entah karena sudah tidak terbang lagi atau mengalami kecelakaan fatal sehingga hancur sama sekali (total lost), registrasi yang sama dapat diberikan ke pesawat lain.

Umumnya pemilik pesawat menolak diberi registrasi “bekas”, apalagi diketahui pesawat sebelumnya mengalami kecelakaan fatal. Sebuah tahayul, takut kelak pesawatnya mengalami kesialan yang serupa. Walaupun sangat jarang sekali, satu registrasi untuk dua sampai tiga pesawat berbeda tipe dan kepemilikan memang ada.

PK-SAM-PW-1-Pattist-Walraven
Lauren Walraven (kanan) dan pilot Letnan Van Lent dari LA-KNIL (kiri) berpose dengan pesawat PW-1 di Andir, Bandung.

Salah satunya adalah PK-SAM, satu registrasi untuk tiga pesawat. Pesawat pertama yang memiliki registrasi ini adalah pesawat PW-1. Pesawat olahraga bermotor satu tipe Pobjoy 85 tk (tenaga kuda) buatan Kapten Ir. Pattist dan Lauren Walraven dari LA (Luchtvaartafdeling) ini selesai didesain pada bulan Oktober 1932.

PW-1 dibangun di Andir, Bandung selama setahun, cukup lama karena pembuatannya memanfaatkan waktu luang kedua perancang dan para teknisi LA di akhir minggu. Setelah selesai dan diuji terbang pertama kali pada tanggal 23 November 1933, pesawat lantas didaftarkan dan mendapat registrasi PK-SAM pada bulan Mei 1934.

Pesawat yang dijuluki “Kapal Ikan” karena bentuknya ini dinilai cukup baik, terbuat dari kayu, dan berawak dua. Dioperasikan sebagai bagian dari VC (Vliegclub) Bandoeng. PW-1 mengalami kerusakan parah saat hendak mendarat darurat akibat kerusakan mesin pada tahun 1935. Tidak ada keinginan dari kedua perancang untuk membangun ulang lagi.

PK-SAM-Beech-Model-17-Staggerwing
Beech Model 17 Staggerwing dipotret di Morokrembangan, Surabaya pada tahun 1939. Pesawat ini dipakai untuk kegiatan misionaris di Kalimantan.

Pesawat kedua beregistrasi PK-SAM adalah Beech Model 17 Staggerwing, tipe pesawat air berpelampung milik C & MA (Christian Missionary Alliance), organisasi nirlaba berafiliasi ke Gereja Protestan Presbisterian. Pesawat sayap ganda nan unik ini dipakai untuk misi penyebaran agama di masyarakat Dayak Kalimantan.

Awalnya pemerintah Hindia Belanda menolak aktivitas non komersial ini karena baru pertama kali sekaligus khawatir akan keselamatan terbangnya. Permohonan izin terbang yang sudah didaftarkan sejak bulan April 1936 akhirnya diberikan tiga tahun kemudian.

Pilotnya adalah Pendeta George Fisk dan pesawatnya sangat dikenal oleh masyarakat di sekitar Sungai Mahakam. Selain untuk membantu penyebaran agama, PK-SAM digunakan untuk kegiatan sosial seperti mengangkut orang sakit. Ketika Jepang menguasai Kalimantan pada bulan Maret 1942, pesawat ini hancur berantakan terkena serangan. Pendeta Fisk saat itu sedang tidak bertugas di sana, digantikan oleh Pendeta Fred Jackson yang akhirnya ditangkap dan dihukum mati.

PK-SAM-Norseman
Noorduyn UC-64A Norseman beregistrasi sipil PK-SAM, diberikan ke ML menjadi T-400, lalu terakhir dihibahkan ke AURI.

Pesawat ketiga yang beregistrasi PK-SAM adalah Noorduyn UC-64A Norseman. Pesawat berkemampuan terbang perintis (bushflyer) ini awalnya dimiliki oleh US Army Air Force yang tergabung dalam 13th Air Force. Ditinggalkan begitu saja di lapangan terbang Biak-Mokmer, Papua pasca Perang Dunia II, pesawat ini ditemukan oleh teknisi US Navy dan ML (Militaire Luchtvaart).

Setelah berhasil diperbaiki, pesawat lantas diberikan oleh pihak Amerika Serikat kepada Belanda. Letnan Kolonel Meeuwenoord, pilot aerobatik sebelum perang dan ikut wajib militer di ML, membawa pesawat ini ke Jawa, didaftarkan sebagai pesawat sipil beregistrasi PK-SAM pada bulan Oktober 1947.

PK-SAM beberapa kali diterbangkan tapi karena kesibukannya, Meeuwenoord memutuskan untuk menyerahkan Norseman miliknya ke ML pada bulan Agustus 1948. ML lantas mengganti registrasi sipilnya dari PK-SAM ke registrasi militer T-400. Noorduyn Norseman satu-satunya milik ML ini akhirnya dihibahkan kepada AURI sebagai bagian dari penyerahan aset militer sesuai perjanjian KMB (Konferensi Meja Bundar) tahun 1949. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)