Mungkin karena dianggap tidak “wah” dan lulusannya bekerja di belakang layar, pengiriman siswa Stuba (Sekolah Teknik Udara Bintara) ke India sering luput dari kisah pembangunan AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) era 1960-an.
Sebagai bentuk antisipasi perkembangan armada AURI ke depannya yang semakin besar baik kuantitas maupun kualitas, selain pilot, kebutuhan akan teknisi merawat dan memelihara peralatan pendukungnya mulai dari sistem avionik, radar, radio, persenjataan, ditambah lagi manajemen logistik suku cadang, bahkan mengoperasikan kendaraan darat merupakan hal yang sama pentingnya.
India terpilih karena hubungan diplomatis yang sangat erat sejak awal kemerdekaan, relatif lebih dekat, dan terlebih lagi Angkatan Udara/AU India mengadopsi sistem pendidikan dari RAF/AU Inggris yang dianggap sebagai salah satu yang terbaik di dunia.
Ada dua tempat yang terpilih untuk mendidik Stuba, No.1 Ground Training School Air Force Station Jalahalli East, Banglore dan No. 2 Ground Training School Air Force Station Tambaram, Madras. Kejuruan pendidikan yang ada di Jalahalli meliputi Radar Mechanic, Radar Operator, Wireless Operator Mechanic I (teknisi radio), Wireless Operator Mechanic II (operator radio), dan Equipment Assistant (logistik & perbekalan). Sedangkan di Tambaram meliputi kejuruan pendidikan Flight Mechanic Engine, Flight Mechanic Airframe, Armament, Motor Transport Mechanic, Electrician, Instrument, dan Photo Mechanic (Teknik Potret Udara).
Untuk pendidikan Equipment Assistant butuh waktu satu tahun, Photo Mechanic memerlukan dua tahun, lainnya satu setengah tahun. Sebelum berangkat ke India, para siswa ini dilatih pendidikan kemiliteran terlebih dahulu di Pangkalan Angkatan Udara (PAU) Panasan, Kartasura, Jawa Tengah (Adi Sumarmo sekarang).
Pada tanggal 3 Maret 1960, mulai diberangkatkan angkatan pertama (Stuba Nenggala I) sebanyak 334 orang ke Madras naik kapal laut. Dari Madras melanjutkan perjalanan dengan bus ke Tambaram sedangkan yang ke Bangalore menggunakan pesawat terbang.
Siswa Stuba II jurusan Flight Mechanic Airframe berpose sejenak di samping pesawat latih jet de Havilland Vampire milik No.5 Training Squadron AU India.
Angkatan kedua dibawa dengan kereta api menuju Jakarta dan naik pesawat maskapai penerbangan Indian Airlines menuju Madras. Angkatan ketiga naik bus ke Yogyakarta dan dari sana diterbangkan ke India dengan Lockheed C-130B Hercules milik Skuadron 31 AURI. Hal yang sama dilakukan untuk angkatan keempat sampai keenam. Karena waktu pendidikannya berbeda-beda, kepulangan Stuba Nenggala ini juga berbeda-beda caranya. Ada yang naik pesawat Indian Airlines atau menggunakan Hercules.
Stuba Nenggala tidak mengalami kesulitan dalam menempuh pendidikan. Masalah justru dari faktor luar, cuaca panas sampai 40o Celcius sering dialami siswa yang belajar di Madras, beruntung yang belajar di Jalahalli yang sejuk. Faktor makanan India yang banyak menggunakan rempah-rempah dan mangga muda, diperparah lagi kurangnya kebersihan air minum, membuat banyak para siswa yang mengalami sakit perut bahkan disentri. Satu siswa Nenggala II bahkan meninggal dunia karena penyakit ini.
Sebagai catatan pengiriman yang direncanakan berakhir pada tahun 1965 dipercepat setahun (Maret 1964) karena Presiden Soekarno mencanangkan Kampanye Dwikora. Walaupun berdaulat penuh tapi agar menjaga sikap politik terhadap Inggris dan negara-negara Pesekmakmuran lainnya–apalagi pendidikan dilakukan di instansi militer–India meminta setiap siswa segera dipulangkan. Nenggala VI yang mengambil pendidikan Photo Mechanic hanya mengikuti pendidikan setahun, terpaksa dilanjutkan di Indonesia, dididik oleh instruktur dari angkatan sebelumnya.
Total siswa yang dikirim ke India sebanyak 1.690 orang. Setelah pulang, para alumni Stuba Nenggala yang dilantik menjadi Sersan Udara Dua ini mengisi kebutuhan SDM (Sumber Daya Manusia) di bidang teknik baik di setiap skuadron AURI, depo teknik, satuan radar, bahkan Mabes (Markas Besar).
Tidak hanya teknik karena tidak sedikit pula yang mengisi pekerjaan administratif, instruktur/guru, keuangan, dan Polisi Militer. Saat AURI mengalami penurunan kekuatan armada pada akhir era 1960-an, banyak lulusan Stuba Nenggala diperbantukan ke penerbangan sipil. Masih ada pula yang berkiprah di bidang penerbangan pada tahun 2000 walaupun sudah resmi pensiun.
Monumen Nenggala India di PAU Adi Sumarmo.
Agar sejarah Stuba Nenggala tidak terlupakan dan terus dikenang sebagai bagian dari sejarah Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU), maka didirikanlah Monumen Nenggala India dengan dimensi tinggi 145 cm di bagian depan dan dua meter di bagian belakang, dan lebar 80 cm di Adi Sumarmo. Monumen yang berdiri di atas pondasi berbentuk segi lima merah-putih ini diresmikan oleh Komandan Kodikau/Komando Pendidikan TNI-AU Marsekal Madya (Marsma) Djoko Suyanto pada tahun 2002. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)
Oh iya tolong juga ulas Sekbang angkatan II Hind Flying School di Bareilly, India th 1947 yg jarang diekspos. Mereka dilatih terbang dasar memakai DHC-1 Chipmunk. Kalau tdk salah alumni sekolah ini diantaranya Syamsudin Noor (pilot C-47 Dakota) dan Hadi Sapandi (pilot P-51 Mustang yg menyeberang jadi Aurev Permesta).
SukaSuka
Ide bagus. Chipmunk digunakan cuma beberapa jam terbang saja, sebagian besar jam terbang menggunakan Pipercub, L-5 Sentinel, dan Tiger Moth.
SukaSuka