Perlawanan dari TNI juga tergolong minimal dan memaksa bergerilya ke wilayah pertahanan baru. Satu hal dicatat dalam Aksi Polisionil ini adalah serangan balas AURI di tiga kota yang dikuasai Belanda. Pada tanggal 29 Juli dengan menggunakan tiga pesawat eks Jepang, satu Mitsubishi Ki-51 Guntei (“Sonia”) dan dua Yokosuka K5Y Cureng (“Willow”), AURI menyerang Semarang, Ambarawa, dan Salatiga.
Menurut versi Belanda, serangan di Semarang dengan Guntei yang ditujukan ke pelabuhan, justru meleset ke sebuah kampung dengan korban tujuh orang tewas dan tujuh lainnya luka-luka, sedangkan di Salatiga, bom jatuh di halaman rumah sakit namun tidak meledak. Kittyhawk dari Skadron 120 gagal menemukan mereka karena telah mendarat dan bersembunyi di Maguwo.
Si “jagoan tua” dari Skuadron 120, Curtiss P-40 Kittyhawk, dipakai untuk menyerang posisi TNI dan pangkalan udara AURI termasuk mencegat Dakota VT-CLA.
Serangan balasan AURI itu ternyata berbuntut panjang pada sore harinya. Dua Kittyhawk berpatroli, mencegat Dakota dari India yang membawa bantuan medis. Menurut versi Belanda, pesawat ini berusaha kabur dan menukik sehingga menabrak pohon di Wodjo (Wojo), tiga km dari Yogyakarta bukan ditembak jatuh. Pesawat beregistrasi VT-CLA itu membawa tiga kru dan enam penumpang, delapan di antaranya menjadi korban termasuk Komodor Muda Udara Agustinus Adisucipto, Komodor Muda Udara Prof. Dr. Abdul Rahman Saleh, dan Opsir Udara II Adisumarmo Wiryokusumo. Tanggal 29 Juli inilah diperingati sebagai Hari Bakti Angkatan Udara.
Pada tanggal 4 Agustus 1947, Aksi Polisionil dinyatakan resmi berakhir. Target utama berhasil dicapai dengan mayoritas perkebunan, pabrik, dan tambang minyak dikuasai oleh Belanda. Ditambah lagi kerugiannya juga minimal. ML kehilangan satu Mitchell ditembak jatuh saat penyerangan di Sumatra, satu Kittyhawk ditembak jatuh pada tanggal 23 Juli di Klaten, dan satu Piper Cub menabrak lereng Gunung Tangkoeban Prahoe (Tangkuban Perahu) karena cuaca buruk. MLD kehilangan dua Firefly, satu ditembak jatuh pada hari pertama, lainnya pada hari terakhir Operasi Pelikan.
MLD total kehilangan dua unit Fairey Firefly, satu ditembak jatuh pada awal dan lainnya pada hari terakhir Operasi Pelikan.
Walaupun meraih kemenangan besar, dari sisi politis Belanda kalah. Banyak negara mengutuk aksi ini dan PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) menganggap Belanda melanggar Perjanjian Linggarjati dengan melakukan aksi militer sepihak. Ditambah lagi Belanda juga belum mengalahkan dengan telak pemerintahan Republik Indonesia dan TNI, untuk itu dilancarkan Aksi Polisionil II pada akhir tahun berikutnya. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)