Saat resmi berdiri tahun 1921, lapangan terbang Andir selain melayani penerbangan militer dan sipil, juga menjadi pusat perawatan pesawat.

Proyeksi ke depan bagi Hindia Belanda pada awal 1900-an adalah menjadikan Bandung sebagai pusat pemerintahan, jawatan, dan militer yang baru menggantikan Batavia. Selain pertimbangan kesehatan dan kenyamanan, dari aspek militer, Batavia yang merupakan kota pelabuhan tepi pantai yang mudah diserang musuh.

PVA (Proefvliegafdeling) sebagai cikal bakal ML (Militaire Luchtvaart) mengikuti jejak KNIL (Koninklijk Nederlands-Indisch Leger) membangun pusat militer angkatan darat Hindia Belanda di Bandung. Sebagai unit penerbangan, PVA membangun Kalijati di Subang sebagai lapangan terbang pertama.

Berikutnya dua lapangan terbang lagi dibangun yaitu Rancaekek dan Sukamiskin, masing-masing pada tahun 1917 dan 1920. Sayangnya kedua lapangan terbang ini tidak memenuhi syarat, sering becek saat musim hujan. Akhirnya dipilihlah area di desa Andir, Cibereum sebagai lapangan terbang baru.

PVA melakukan reorganisasi dan diberi nama baru LA (Luchtvaartafdeling). Andir direncanakan tidak hanya menjadi lapangan terbang untuk pesawat-pesawat LA tapi juga pusat perawatan dan mesin pesawat. Saking identiknya dan dianak emaskan oleh LA, Andir dijuluki sebagai lapangan terbang LA.

Lapangan-Terbang-Andir-4
KNILM membuka penerbangan sehari sekali Batavia-Bandung, menggunakan Fokker VIIb Trimotor sebelum digantikan oleh Fokker XII.

Berikutnya Andir mendukung pula kemajuan penerbangan sipil. Bandung waktu itu telah dikenal sebagai kota wisata. Keindahannya bahkan dijuluki Paris van Java. Fokker VIIb Trimotor milik maskapai penerbangan Belanda, KLM (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij) yang melayani rute Amsterdam-Batavia, selalu menyempatkan mampir ke Bandung sebelum kembali, untuk perawatan pesawat sekaligus membawa penumpang, surat, dan paket pos.

Demikian juga maskapai penerbangan Hindia Belanda, KNILM (Koninklijke Nederlandsch-Indische Luchtvaart Maatschappij) membuka layanan rute Batavia-Bandung sehari sekali, dilakukan sejak awal penerbangan perdananya pada bulan November 1928.

Karena telah menjelma sebagai pusat perbaikan pesawat dan mesin piston terbaik se-Asia, Andir tumbuh menjadi pusat perkembangan industri penerbangan Hindia Belanda. Tidak heran dijuluki de fabriek (pabrik), beberapa tipe pesawat lahir dan terbang perdana di sini, seperti de Havilland DH-9 produksi Bandung, pesawat ringan/olahraga Pattist-Walraven PW-1 (Baca : PK-SAM, Satu Registrasi Tiga Pesawat Berbeda), dan Walraven W-2 beregistrasi PK-KKH yang melanglang buana dari Andir menuju Eropa.

Bagi para penerbang petualang yang ingin memecahkan rekor mengeliling dunia, Andir menjadi salah satu lapangan terbang yang harus dikunjungi bila melewati Hindia Belanda. Pada tahun 1937 Amelia Earhart menyempatkan diri mendarat di Andir untuk perbaikan mesin Lockheed L-10E Electra miliknya sebelum melanjutkan perjalanan, walaupun akhirnya dia menghilang.

Untuk penerbangan sipil, selain maskapai penerbangan, klub terbang juga beraktivitas di Andir untuk menerbangkan turis, menikmati indahnya alam priangan dan perkebunan teh dari udara. Untuk penerbangan militer, Andir menjadi pangkalan udara bagi grup pembom pertama (Ie Vliegtuiggroep) berkekuatan Glenn Martin Model 139 sebanyak dua skadron (1e Afdeling dan 2e Afdeling).

Lapangan-Terbang-Andir-2
Kegiatan Andir pada tahun 1937, tampak pesawat militer milik LA berbaur dengan pesawat sipil milik klub terbang, dan pembom Glenn Martin menjadi pesawat terbesar.

Pesona Andir pudar saat pecah perang Pasifik. Karena merupakan aset penting bagi Hindia Belanda, Andir mengalami serangan udara oleh pesawat militer Jepang. KNIL lantas memindahkan aktivitas penerbangannya ke Buahbatu, dengan memanfaakan jalanan lurus sepanjang 500 m. Setelah Hindia Belanda dikuasai Jepang, Andir tetap dimanfaatkan sebagai pusat perawatan walaupun operasional penerbangannya justru dipindahkan ke Margahayu.

Pasca Jepang menyerah kepada Sekutu, Belanda kembali berniat menguasai Andir. Mulanya hanya memandang sebelah mata terhadap kenekatan pejuang-pejuang Indonesia yang terbakar semangatnya pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Mereka ingin menguasai Andir sekaligus pesawat-pesawat militer eks Jepang sebelum dilucuti Sekutu.

Andir akhirnya benar-benar dikuasai setelah Sekutu menguasai Bandung pada akhir Maret 1946 yang dikenal sebagai Bandung Lautan Api. Setelah Sekutu pergi dan menyerahkan kekuasaan kepada Belanda, Andir kembali digunakan sebagai lapangan terbang untuk pangkalan udara militer dan penerbangan sipil sama seperti sebelum perang. Dari Andir pula ML mengerahkan pasukan penerjun payung saat Aksi Polisionil II (Agresi Militer Belanda II) untuk menguasai Yogyakarta pada tahun 1948.

Lapangan-Terbang-Andir-3
Ciri khas Andir adalah menara pengontrol dan deretan hanggarnya. Tampak beberapa Piper Cub yang digunakan ML untuk pelatihan calon pilot.

Kekuasaan Belanda terhadap Andir pupus setelah pelaksanaan perjanjian KMB (Konferensi Meja Bundar) tahun 1949. ML menyerahkan Andir berikut seluruh fasilitasnya kepada AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia). Nama Andir kemudian diganti menjadi Husein Sastranegara oleh AURI pada tanggal 17 Agustus 1952. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)