Pada tahun 1960-an, Indonesia mulai memproduksi roket sebagai salah satu kemandirian dalam persenjataannya.
Lewat Proyek Menang–diambil dari kata Victory–pemerintah Indonesia lewat AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) menandatangani persetujuan kerjasama pembangunan pabrik roket dengan Hispano Suiza asal Swiss pada bulan November 1960. Usaha ini untuk memperkecil ketergantungan AURI terhadap ekspor senjata berupa roket udara ke darat. selain itu juga diperlukan untuk kepentingan Kampanye Trikora dan berikutnya Dwikora.
Roket produksi lisensi ini adalah SURA 80R kaliber 80 mm, digunakan sebagai persenjataan udara ke darat pesawat-pesawat Blok Barat tapi tidak tertutup pesawat tempur dari Blok Timur yang baru dibeli AURI dapat dipasang roket tipe ini, tentunya dengan modifikasi dan pengujian lebih lanjut.
Deretan roket produksi Menang dan pengembangannya, meliputi roket udara ke udara kaliber 80 mm, 52 mm, 70 mm, dan roket udara ke darat 80 mm.
Tempat yang dipilih untuk Proyek Menang adalah Pangkalan Angkatan Udara Tasikmalaya. Awalnya segalanya berjalan lancar namun timbul kesukaran pada tahap berikutnya khususnya biaya yang terus membengkak. Target produksi yang semula 20.000 roket per tahun, diturunkan menjadi 9.000 roket saja.
AURI mencari cara agar menutup biaya tersebut dengan mendirikan pabrik baru yang membuat produk sampingan dari Proyek Menang yaitu dinamit. Bahan peledak ini sangat berguna untuk pembangunan dan terlebih lagi dapat dijual kepada kontraktor sipil dan perusahaan tambang. Hasil penjualan inilah yang mensubsidi produksi roket oleh Menang.
Usaha tersebut dimulai sejak bulan Mei 1964, membangun fasilitas produksi seraya mempersiapkan karyawan dan melaksanakan riset produksi dan uji coba dinamit. Pada tanggal 22 Oktober 1966 pabrik bahan peledak itu terwujud dengan nama Dahana (bahasa Sansekerta yang artinya api). Dahana lantas mengontrak PT. Surya Dirgantara, Jakarta sebagai agen penjualan dinamit pada bulan September 1970. Tiga tahun kemudian Dahana dianggap sudah mandiri dan dijadikan perum (perusahaan umum).
Iklan Perum Dahana sebagai proyek sampingan Menang, memproduksi dinamit untuk keperluan konstruksi dan pertambangan.
Sedangkan pabrik Menang terus melanjutkan produksi sekaligus merekondisi roket yang pernah diproduksi sebelumnya agar selalu siap pakai. Tipe SURA inilah yang mempersenjatai pesawat tempur dan serang darat pada era 1970-an termasuk Avon Sabre (Baca : Mempersenjatai Kembali Avon Sabre). Selain pesawat, roket Menang ini diuji coba di helikopter seperti Bolkow BO-105 produksi IPTN (Industri Pesawat Terbang Nurtanio).
Roket SURA tidak hanya dijadikan persenjataan udara tapi juga persenjataan darat sebagai bagian persenjataan artileri. Menang memodifikasinya menjadi roket darat ke darat sekaligus membuat pula peluncurnya. SURA memang tidak populer pada tahun 1980-an, perlahan-lahan dipensiunkan untuk digantikan roket tipe baru FFAR (Folding-Fin Aerial Rocket).
Direktur Utama PT Nurtanio (IPTN) B.J. Habibie mengikuti penjelasan roket-roket produksi Menang. Nantinya IPTN mengambil alih Menang.
Saat ini Menang sudah tidak ada, pada tahun 1980-an digabung ke IPTN menjadi bagian dari divisi sistem senjata. Sedangkan Dahana dijadikan perseroan terbatas pada tahun 1991 dan saat ini menjadi salah satu BUMN (Badan Usaha Milik Negara) industri strategis Indonesia yang memproduksi bahan peledak. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)
Rocket FFAR produksi Menang TNIAU Tasikmalaya di pimpin oleh siapa sebelum diambil alih IPTN.
SukaSuka