Untuk huruf ketiga merupakan urutan pesawat itu datang dan diregistrasi di Indonesia. Pastinya pesawat dengan akhiran A datang lebih awal dari B, begitu seterusnya. Khusus registrasi B ini ada maskapai penerbangan yang memilih untuk dilewati, sehingga pesawat kedua yang seharusnya mendapat akhiran B justru mendapat huruf C.

Mengapa ? Ini karena adanya tahayul bahwa pesawat berakhiran huruf B sering mengalami celaka. Sebut saja kecelakaan Lockheed Electra PK-GLB di Bandara Sam Ratulangi, Menado pada tahun 1967, kecelakaan Convair 990A PK-GJB di Guam pada tahun 1973, lepasnya pintu depan Fokker F28 PK-GKB pada tahun 1991, dan anjloknya roda pendarat DC-10 PK-GIB di Bandara Hassanudin, Makassar pada tahun 1981. Tapi ini lagi-lagi tahayul yang menyelimuti registrasi PK. Boleh dipercaya, boleh juga tidak.

Sebagai informasi tambahan, registrasi PK ini boleh dipakai oleh dua atau lebih pesawat berbeda selama pesawat sebelumnya sudah tidak aktif lagi. Contohnya PK-SAM yang dipakai untuk tiga pesawat berbeda pada era Hindia Belanda (Baca : PK-SAM, Satu Registrasi Tiga Pesawat Berbeda). Untuk era modern, PK-GIA yang sebelumnya digunakan untuk DC-10-30, pesawat badan lebar pertama milik Garuda Indonesia, sekarang disematkan pada Boeing 777-300. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)