Menerbitkan buku saku bertema penerbangan sipil bagi para pecinta pesawat terbang dan spotter menjadi tren di era 1990-an dan awal tahun 2000-an. Peminatnya lumayan banyak, apalagi internet sebagai sumber informasi belum luas penggunaannya seperti sekarang.

Hal ini juga dilakukan oleh penerbit Hamlyn menerbitkan buku saku berjudul “The Pocket Guide to Commercial Aircraft and Airline Markings” pada tahun 2002 lalu setahun kemudian diterbitkan ulang oleh penerbit Bounty Books.

Berbeda dengan buku-buku sejenis misalnya The Vital Guide to Commercial Aircraft and Airlines (Baca : Buku Saku Informasi Pesawat Komersial) yang terbit sebelumnya, buku ini sebenarnya tidak cocok sebagai buku saku, ukurannya lebih besar, tapi dikompensasikan dengan isi yang lebih lengkap. Tidak hanya uraian mengenai pesawat komersial berikut spesifikasi dan pandangan tiga sisinya (three view drawing) namun maskapai penerbangan besar dan terkenal juga dibahas setidaknya mendapat satu sampai satu setengah halaman.

Commercial-Aircraft-book-1
Profil flag carrier, Garuda Indonesia dimuat di halaman 96-97, walaupun ada pertanyaan, mengapa ada Boeing 767-300ER di bagian keterangan armada ?

Nama-nama maskapai terkenal seperti United Airlines, Continental, KLM, dan British Airways mendapat bahasan yang lumayan di buku ini. Namun maskapai yang sebenarnya tidak terkenal, yaitu Bwia West Indies Airways asal Tindad dan Tobago juga mendapat tempat pula.

Untuk Asia Tenggara, maskapai negara tetangga seperti Malaysian Airlines, Philippines Airlines, Thai Airways, dan Singapore Airlines muncul di buku ini, namun anehnya agak tidak adil karena Singapore Airlines justru dibahas lebih sedikit, padahal dari sisi armada dan kisahnya sama representatifnya.

Maskapai flag carrier Indonesia, Garuda Indonesia muncul di halaman 96-97. Selain menampilkan detail armada pada tahun 1990-an, sejarah pembentukannya juga dihadirkan dan lumayan mendetail termasuk saat penggabungan Garuda dengan Merpati Nusantara. Tapi karena buku ini diterbitkan pada tahun 2002/2003, kisahnya hanya sampai di situ saja sebelum krisis ekonomi melanda Indonesia.

Walaupun demikian tampak ada beberapa kesalahan misalnya Garuda tidak pernah memiliki armada Boeing 767-300ER, hanya disewa musiman sebagai pesawat haji. Muncul pula Boeing 777-200ER, kemungkinan dimuat karena ada rencana ke depan Garuda mengadopsi Boeing 777 sebagai pengganti Boeing 747.

Commercial-Aircraft-book-2
Pelita Air Service muncul di halaman 123, tapi hanya satu paragraf dan keterangan armada yang dimilikinya pada tahun 1990-an.

Selain Garuda Indonesia, maskapai Indonesia yang diwakili di buku ini justru Pelita Air Service pada halaman 123. Dibahas singkat hanya satu paragraf termasuk jenis-jenis  armada yang dimilikinya. Entah kenapa penulis buku ini, Christhoper Chant lebih memilih Pelita Air, padahal Merpati Nusantara atau Bouraq Airlines lebih representatif.

Seperti nasib buku saku lainnya, menjadi sebuah relik pada era saat ini. Internet lebih luas dan lebih up to date. Namun saat buku ini diterbitkan, lagi-lagi ini adalah “wikipedia” bagi pecinta pesawat dan penerbangan sipil, generasi masa sekarang mungkin kurang menghargainya dibandingkan generasi era 1980-an dan 1990-an. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)