Presiden Soekarno bertemu kosmonaut kebanggaan Uni Soviet sampai beberapa kali, merupakan ungkapan tersirat atas eforia penjelajahan luar angkasa era 1960-an dan sekaligus keinginan kuat membangun riset dan teknologi antariksa di Indonesia.
Yang pertama adalah saat Soekarno mengunjungi Moskow, Uni Soviet untuk kedua kalinya pada bulan Juni 1961. Selain bertemu dengan Sekretaris Jenderal Partai Komunis Uni Soviet Nikita Khruchev di Kremlin, tentunya tuan rumah ingin memamerkan keberhasilannya menjelajah luar angkasa dengan memperkenalkan Yuri Gagarin, sang penjelajah antariksa pertama di dunia yang berhasil diluncurkan ke orbit dua bulan sebelumnya.
Simbolisasi penghargaan berikutnya terhadap prestasi dan keberanian Gagarin ini adalah menganugrahi secara pribadi salah satu penghargaan tertinggi negara Indonesia “Bintang Adipradana” saat berkunjung lagi ke Uni Soviet untuk ketiga kalinya tiga tahun kemudian. Lebih lanjut lagi Soekarno bahkan menghadiahi Gagarin sebuah wisma di kota Bogor jika kelak sang kosmonaut berkesempatan mengunjungi Indonesia.
(Dari kiri ke kanan) Yuri Gagarin, Nikita Khruchev, Soekarno, dan Brezhnev. Brezhnev selaku orang nomor dua di Uni Soviet waktu itu juga bertanggung jawab dan sebagai pimpinan proyek luar angkasa termasuk pembangunan Kosmodrom Baikonur di Kazakhtan.
Saat kunjungan ke Uni Soviet tahun 1961 itu, Soekarno berkesempatan mengunjungi paviliun pameran teknologi antariksa Uni Soviet di Moskow yang menggugahnya untuk mewujudkan riset luar angkasa di Indonesia.
Gagarin yang gugur saat latihan terbang pada tahun 1967 memang tidak pernah ke Indonesia. Rekan kosmonautnya yang justru datang ke Indonesia dan bertemu dengan Presiden Soekarno yaitu German Titov pada bulan Januari 1962 dan Andrian Nikolayev dan istrinya yang juga merupakan kosmonaut, Valentina Tereshkova serta Valeriy Bikovskiy pada bulan Januari 1963.
Pertemuan Soekarno dengan German Titov, kosmonaut kedua yang berhasil menjelajah antariksa setelah Gagarin pada bulan Januari 1962 di Istana Negara.
Kedatangan ketiga Soekarno ke Kremlin sekaligus bertemu dengan Gagarin (paling kiri), Ketua Presidium Majelis Agung Uni Soviet Anastas Mikoyan, dan kosmonaut perempuan pertama Valentina Tereshkova pada tahun 1964.
Saat itu Uni Soviet memang menjadi terdepan dalam penjelajahan antariksa dan mengungguli rivalnya Amerika Serikat. Pertemuan Soekarno dengan para kosmonaut ini juga tersirat akan keinginannya membangun riset di bidang luar angkasa. Sebagai negara yang baru saja merdeka, Soekarno ingin Indonesia segera sejajar dengan negara-negara maju di bidang iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi).
Implementasinya Soekarno menginstruksikan agar dibentuk Panitia Astrofisika pada tahun 1962 di bawah pimpinan Perdana Menteri Ir. Juanda (selaku Ketua Dewan Penerbangan Republik Indonesia) dan R.J. Salatun (selaku Sekretaris Dewan Penerbangan Republik Indonesia). Beberapa riset dan ujicoba roket dilakukan di institusi kampus dan angkatan bersenjata, lalu akhirnya diputuskan disatukan ke dalam satu wadah organisasi/lembaga milik pemerintah yang bernama LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) yang resmi berdiri pada tanggal 27 November 1963 berdasarkan Keppres (Keputusan Presiden) No. 236 Tahun 1963.(Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)