Sebelum wahana heavier than air alias pesawat terbang hilir mudik di langit Hindia Belanda, penerbangan wahana lighter than air alias balon udara juga dilakukan oleh perwira Angkatan Laut Belanda, Rambaldo walaupun dalam periode teramat singkat.
Bernama lengkap Alfred Emili Rambaldo, pria berpangkat letnan ini sangat aktif mempromosikan penggunaan balon udara baik untuk kepentingan sipil maupun militer. Prestasi yang patut dicatat adalah dia berhasil terbang perdana pada tanggal 26 Februari 1910 di Batavia. Praktis Rambaldo menjadi pilot balon udara pertama di Hindia Belanda, padahal baru dua tahun berdinas di Jawa yang sebelumnya bertugas di Curacao.
Sebelumnya KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger) memiliki balon udara, bukan balon udara panas seperti yang dipraktekan oleh Rambaldo melainkan balon udara berisi gas ringan hidrogen. Bedanya yang terakhir ini tidak bisa digunakan sebagai alat transportasi, hanya dapat digunakan sebagai alat observasi/intai dan mata bagi artileri, digunakan oleh KNIL saat Perang Aceh tahun 1890-an sampai awal 1900-an.
Walaupun pesawat terbang sudah lahir pada waktu itu, namun masih bayi, demonstrasi penerbangan Wright Bersaudara di Eropa tidak serta merta menurunkan kegiatan menerbangkan balon udara. Kesempatan emas bagi Rambaldo untuk memperkenalkan hal ini meskipun jelas dari sisi harga, merupakan hobi yang mahal.
Bahkan sebagai alat transportasi, balon udara panas memiliki masalah karena sangat tergantung oleh hembusan arah angin dan terpengaruh kondisi cuaca. Walaupun demikian pria yang lahir di Rembang, Pasuruan pada tanggal 16 November 1879 itu tetap terus aktif mempromosikan bahkan sampai membentuk klub pecinta balon udara, NIVvL (Nerdelandsch-Indische Vereeniging voor Luchtvaart) dimana pada periode tahun 1909-1910 beranggotakan sampai 600 orang, tersebar di Pulau Jawa dan Sumatra ! Lewat klub ini dan bantuan sponsor akhirnya Rambaldo berhasil membeli balon udara panas berkapasitas 1680 m3. Setelah keberhasilan penerbangan pertama itu, dia terus melanjutkan bahkan sampai melakukan lebih dari 300 kali penerbangan. Selain untuk sarana transportasi (atau lebih tepatnya wisata udara), dengan terbang di ketinggian, Rambaldo ikut membantu dalam riset meterologi dan atmosfir di Hindia Belanda.
Pada bulan Juli 1911, Rambaldo harusnya berangkat pulang ke Belanda untuk keperluan dinas, namun sayangnya tidak mendapatkan tiket kapal. Untuk mengisi waktu keberangkatan sebulan berikutnya, dia bersama seorang asisten, Letnan Henri van Steyn melaksanakan penerbangan dari Surabaya menuju Semarang pada tanggal 5 Agustus 1911. Kepergiannya ke Semarang salah satunya karena ada anggota klub yang mengeluhkan bahwa Rambaldo kurang melakukan demonstrasi balon udara di sana.
Sayangnya di perjalanan, mereka menghadapi cuaca dingin, balon udara kehilangan ketinggian tiba-tiba dan terseok jatuh di pucuk pepohonan hutan jati di daerah Blora, Jawa Tengah. Rambaldo jatuh terpental keluar sedangkan Van Steyn, karena balon udara menjadi lebih ringan, naik kembali dan terus terbang. Besoknya dilakukan pencarian dan menemukan Rambaldo tewas dengan retak di kepala. Dengan nasib tragisnya ini, klub NIVL mengalami mati suri dan bubar lima tahun kemudian. Balon udara baik berisi udara panas atau hidrogen memang tidak pernah menjadi sarana transportasi populer di Hindia Belanda, kalah jauh dengan pengembangan pesawat terbang yang akhirnya berhasil menguasai langit Hindia Belanda pasca berakhirnya Perang Dunia I. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)
Ketika sempat bertugas di daerah kabupaten Blora di tahun 1989 – ’93 di tepi hutan jalan Bola – Cepu kecamatan Jiken, ada tempat yang dinamakan ‘Pal Balon’.
Apakah tempat ini merupakan tempat crashnya balon Rambaldo?
SukaSuka
Jujur saya tidak tahu, tapi saya akan cari informasi lebih lanjut. Terimakasih.
SukaSuka