Hari ini tepat 70 tahun, maskapai pertama Indonesia, GIA (Garuda Indonesian Airways) melaksanakan penerbangan perdana, menjemput Presiden Soekarno dan keluarga beserta pejabat-pejabat pemerintahan Indonesia dari ibukota perjuangan, Yogyakarta menuju ibukota negara, Jakarta.

Pagi hari itu tanggal 28 Desember 1949 mungkin adalah hari biasa bagi KLM-IIB (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij-Interinsulair Bedrijf) melaksanakan tugasnya harian sebagai maskapai penerbangan. Namun kali ini berbeda, dua Douglas DC-3 Dakota miliknya yang keluar dari salah satu hanggar di Bandara Kemayoran telah berbendera Republik Indonesia lengkap dengan logo dan tulisan besar di badannya, Garuda Indonesian Airways.

Setelah berkonflik hampir lima tahun, akhirnya pemerintah Indonesia dan Belanda menandatangani perjanjian damai KMB (Konferensi Meja Bundar) pada bulan Desember 1949. Selain pengakuan kedaulatan dari Belanda, Indonesia dalam bentuk RIS (Republik Indonesia Serikat) mendapatkan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Hindia Belanda termasuk KLM-IIB dimana menurut runutan sejarahnya terkait dengan maskapai Hindia Belanda, KNILM (Koninklijke Nederlandsch-Indische Luchtvaart Maatschappij) yang berdiri sejak tahun 1928 (Baca : 90 Tahun Penerbangan Perdana KNILM).

Presiden Soekarno yang telah dibebaskan dari tahanan dan telah diangkat resmi sebagai presiden RIS sedang berada di Yogyakarta saat menerima berita perjanjian damai itu. Maka diaturlah perjalanan kembali ke Jakarta tapi Soekarno tidak mau terbang dengan pesawat yang masih berbendera Belanda. Oleh karena itu KLM-IIB segera mengecat dua Dakota dengan warna dan bendera Indonesia termasuk logonya yang siluetnya mirip dengan logo Speedbird milik maskapai asal Inggris, BOAC (British Overseas Airways Corp.).

Sebelum berangkat ke Jakarta, Presiden Soekarno menginspeksi pasukan TNI (Tentara Nasional Indonesia) di Bandara Maguwo (kiri). Di pintu pesawat, Soekarno mengucapkan selamat tinggal sambil memberikan hormat kepada masyarakat Yogyakarta yang telah banyak membantu Indonesia saat periode mempertahankan kemerdekaan tahun 1945-1949 (kanan).

Presiden Soekarno turun dari tangga pesawat diikuti sang istri, Ibu Fatmawati (kiri). Didampingi menteri dan pejabat RIS, Presiden Soekarno memberikan penghormatan secara militer sesampainya di Bandara Kemayoran (kanan).

Tidak hanya Presiden Soekarno, keluarga, dan pejabat pemerintah RIS yang ikut dalam penerbangan ini melainkan juga Sang Saka Merah Putih (kiri). Di sepanjang perjalanan dari Bandara Kemayoran menuju Istana Negara, masyarakat Jakarta menyambut meriah sang proklamator (kanan).

Garuda Indonesian Airways sendiri merupakan cita-cita lama Soekarno untuk mendirikan maskapai jika kelak Indonesia benar-benar merdeka. Nama Garuda terinspirasi oleh Soekarno dari kutipan puisi karya pujangga terkenal era kolonial, Noto Soeroto, “Ik ben Garoeda, Vishnoe’s vogel, die zijn vleugels uitslaat hoog boven Uw eilanden….” (Aku adalah Garuda, burung milik Dewa Wisnu yang sayapnya membentang dan menjulang tinggi di atas kepulauan-Mu).

Menjelang siang hari, kedua pesawat yang terbang beriringan itu sampai di Bandara Maguwo dan Soekarno beserta keluarga terbang di pesawat pertama beregistrasi PK-DPD. Sedangkan pejabat dan staf lainnya terbang di pesawat kedua. Keberangkatan mereka diantar dengan meriah sekaligus haru oleh masyarakat Yogyakarta. Demikian pula saat mendarat dan sampai di Jakarta, mereka disambut dengan meriah dan haru oleh masyarakat Jakarta di Kemayoran.

Perjalanan udara historis yang tergolong sebagai penerbangan kepresidenan ini merupakan penerbangan perdana GIA bahkan boleh disebut sebagai hari lahirnya secara de facto. Beberapa bulan kemudian, tepatnya pada tanggal 31 Maret 1950, GIA disahkan hari lahirnya secara hukum atau de jure sebagai badan usaha patungan dengan KLM, lewat akta notaris Raden Kadiman bernomor 137 sekaligus pula penyerahan secara resmi seluruh aset KLM-IIB kepada GIA (Baca : Penyerahan Aset Pesawat KLM-IIB ke GIA). Kedua tanggal ini merupakan tanggal lahir sebenarnya dari maskapai kebanggaan Indonesia yang sekarang bernama Garuda Indonesia. Sayang kisah sejarah ini perlahan-lahan menjadi pudar oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab mengutak-atik keotentikan sejarahnya. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)