Indonesia, tepatnya AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) mulai menjajaki teknologi mesin jet pada tahun 1956 dengan mengoperasikan tipe pesawat latih jet, de Havilland DH-115 Vampire buatan Inggris.

Pasca pengakuan kedaulatan, hubungan Indonesia dengan Inggris khususnya di bidang industri penerbangan cukup erat, selain AURI, ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia) dan GIA (Garuda Indonesian Airways) mengirim calon pilot untuk dididik di sana sekaligus membeli pesawat buatan Inggris. ALRI mendapatkan Fairey Gannet (Baca : Fairey Gannet AS 00 – Museum Satria Mandala) sedangkan GIA menambahkan de Havilland Heron sebagai bagian dari armadanya (Baca : DH. 114, Kisah si Burung Bangau yang Terlupakan).

Delapan unit Vampire tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dibawa dengan angkutan darat ke Pangkalan Angkatan Udara Andir (sekarang bernama Husein Sastranegara), Bandung untuk dirakit. Seluruh pesawat diberi registrasi J-701 s/d 708. Tanggal 18 Januari 1956 menjadi tanggal bersejarah karena untuk pertama kalinya satu unit berhasil melaksanakan uji coba terbang di atas Bandung, dan kejadian ini dimuat dalam Majalah Angkasa edisi bulan Februari 1956, “Suara mendesing jang dapat memetjahkan anak telinga disusul dengan suara gemuruh di angkasa dan terus menghilang, telah menggemparkan penduduk kota Bandung dan sekitarnja. Hampir seluruh anggauta Pangkalan Udara Hussein Sastranegara pada hari itu mendjadi saksi peristiwa bersedjarah ini. Hari itu pesawat jet J-701 mengalami terbang pertjobaan“.

Setelah seluruhnya dirakit dan diuji terbang, Vampire sebanyak delapan unit ini menjadi modal awal untuk membentuk dan meresmikan KPG (Kesatuan Pantjar Gas) sebagai skadron uji coba pada tanggal 20 Februari 1956. Pilot Vampire diambil dari penerbang kawakan North American P-51 Mustang dari Skadron 3, meliputi Kapten Udara Roesmin Noerjadin, Letnan Udara Leo Wattimena, Letnan Udara Sumitro, Letnan Udara Ignatius Dewanto, Letnan Udara Loely Wardiman, Letnan Udara Rusman, dan Letnan Udara Musidjan, yang dilatih di Inggris setahun sebelumnya. Dianggap peralihan dan uji coba dari teknologi piston ke mesin jet telah berjalan dengan sukses, setahun kemudian KPG dikembangkan menjadi skadron baru, Skadron 11 dengan diresmikan pendiriannya pada tanggal 1 Juni 1957 dengan tetap berkedudukan di Andir dan dipimpin oleh Leo Wattimena.

Vampire-Tipe-Pesawat-Jet-Pertama-di-Indonesia-1
Perakitan salah satu Vampire di Andir. Sama seperti pilot, teknisi-teknisi AURI ikut dikirim ke Inggris pada tahun 1955 untuk mempelajari teknologi mesin jet yang relatif baru ini.

Vampire-Tipe-Pesawat-Jet-Pertama-di-Indonesia-5Kapten Udara Roesmin Noerjadin menyempatkan diri berpose di samping Vampire rakitan pertama, J-701.

Vampire-Tipe-Pesawat-Jet-Pertama-di-Indonesia-2Vampire beregistrasi J-704 ini merupakan salah satu dari delapan unit yang menjadi kekuatan KPG pada tahun 1956.

Vampire-Tipe-Pesawat-Jet-Pertama-di-Indonesia-3Kapten Udara Leo Wattimena resmi diangkat sebagai komandan Skadron 11 oleh KSAU (Kepala Staf Angkatan Udara) Marsekal Udara Suryadi Suryadarma pada tanggal 2 Juni 1957 di Husein Sastranegara.

Vampire-Tipe-Pesawat-Jet-Pertama-di-Indonesia-4Vampire beregistrasi J-701 menjadi koleksi Museum Dirgantara Mandala, Yogyakarta. Sayangnya pesawat ini bukan eks AURI melainkan eks RZNAF (Royal New Zealand Air Force), hasil dari tukar-menukar Cavelier F-51D Mustang beregistrasi F-367 pada tahun 1985.

Vampire dibeli dengan satu tujuan, mencetak pilot-pilot AURI agar siap menerbangkan pesawat tempur bermesin jet sebenarnya kelak di kemudian hari. Tidak pula dipersenjatai sehingga tidak pernah dilibatkan dalam operasi militer apapun apalagi digunakan untuk tugas pertahanan udara. Kalau saja politik tidak berubah, Indonesia pasti akan tetap setia membeli pesawat tempur Inggris selanjutnya seperti de Havilland Venom atau bahkan Hawker Hunter sama seperti armada skadron tempur AU Belanda.

Pemerintahan Republik Indonesia mengambil aset-aset Belanda sejak tahun 1954 dan hubungan kedua negara semakin retak saat dianggap Belanda mengulur-ulur waktu mengenai penyatuan Papua Barat sebagai bagian dari wilayah Indonesia. Inggris yang menyokong Belanda sebagai bagian dari Blok Barat ikut kena getahnya. Indonesia lantas membeli pesawat tempur jet dari sumber lain, yaitu Blok Timur. Dari Cekoslovakia berdatangan pesawat latih konversi MiG-15UTI “Fagot” dan dari Polandia tiba MiG-17 “Fresco”, keduanya tiba pada periode 1958-1959 dan ditempatkan di Bandara Kemayoran. Seluruhnya dimasukkan ke dalam Skadron 11.

Dengan memiliki puluhan armada MiG, sangat repot AURI dan Skadron 11 untuk mempertahankan eksistensi Vampire yang hanya berjumlah sedikit. Akhirnya pasca Kampanye Trikora, kedelapan Vampire ini dijual ke Angkatan Udara India pada tahun 1963. Registrasinya berubah menjadi BY-601 s/d 608 dan pada tanggal 6 Maret 1963 seluruh pesawat meninggalkan Indonesia menuju India, dengan rute Bandung-Singapura-Penang-Bangkok-Mingladon-Chittagong-Akyab-Barrackpore. Kedelapan pesawat ini kemudian menjadi bagian dari No. 1 BRD (Base Repair Depot) Kanpur (Cawnpore).

Pengabdian Vampire di Indonesia tergolong singkat hanya tujuh tahun, namun tipe inilah yang mengantar AURI dari era teknologi mesin piston menuju era teknologi mesin jet sekaligus menjadi alasan lahirnya Skadron 11, the first jet squadron.(Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)