Hari ini tepat 40 tahun yang lalu, berakhirnya Krisis Garuda. Pemogokan yang dimulai pada tanggal 29 Januari sampai 4 Februari 1980 menghiasi halaman muka (headline) seluruh media massa di Indonesia.

Melakukan pemogokan di era Orde Baru merupakan keberanian tersendiri bagi 120 pilot GIA (Garuda Indonesian Airways), apalagi pemerintahan Presiden Soeharto menganggapnya sebagai pelanggaran hukum bahkan subversif (melawan pemerintah yang sah). Pemogokan ini merupakan klimaks dan tuntutan agar manajemen GIA memperbaiki sistem penggajian dan kesejahteraan pilot-pilot GIA.

Mengenang-Krisis-Garuda-1Pemeriksaan terakhir di Halim Perdanakusuma sebelum Fokker F27 A-2708 terbang ke Kemayoran untuk melaksanakan Operasi Jembatan Udara.

Mengenang-Krisis-Garuda-2KSAU Ashadi Tjahjadi menginspeksi langsung persiapan armada pesawat angkut Koptadara di Halim Perdanakusuma pada tanggal 30 Januari 1980 sebelum besoknya melaksanakan Operasi Jembatan Udara.

Akibat Krisis Garuda, rute-rute domestik menjadi terganggu karena mayoritas yang melakukan pemogokan adalah pilot-pilot Fokker F28 dan Douglas DC-9. Masyarakat akhirnya mengalihkan tiket penerbangannya ke maskapai lainnya seperti MNA (Merpati Nusantara Airways), Bouraq Airlines, dan Mandala Airlines. Namun ketiga maskapai ini tetap saja kewalahan.

Instansi militer dan sipil segera melakukan tindakan terhadap Krisis Garuda. Panglima Kopkamtib (Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) Laksamana Soedomo lantas menugaskan KSAU (Kepala Staf Angkatan Udara) Marsekal Ashadi Tjahjadi agar TNI-AU (Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara) lewat Koptadara (Komando Paduan Tempur Udara) mengambil alih rute yang ditinggalkan GIA. TNI-AU segera mengerahkan pesawat angkut miliknya yang terdiri atas empat unit Fokker F27 (dari Skadron 2) dan empat unit Lockheed C-130 Hercules (dari Skadron 31).

Operasi ini dinamakan Operasi Jembatan Udara. Armada ini tetap beroperasi dalam aturan penerbangan sipil, tidak terkecuali registrasinya. Maka digantilah marka A- (Angkut) menjadi PK-. Harga tiket dan layanan makan sama dengan sebelum Krisis Garuda, walaupun pesawatnya beda dan harus siap terbang dengan tidak nyaman, berhimpit-himpitan di dalam pesawat angkut yang sebenarnya didesain untuk mengangkut tentara dan kargo!

Mengenang-Krisis-Garuda-3Fokker F27 A-2703 telah beroperasi sebagai pesawat sipil dengan registrasi PK-VFJ, siap mengangkut penumpang dan barang dari Bandara Kemayoran pada tanggal 31 Januari 1980.

Mengenang-Krisis-Garuda-5Lockheed C-130 Hercules A-1308 telah berganti registrasi sipil sebagai PK-VHE, menjadi salah satu dari empat Hercules milik Skadron 31 TNI-AU yang dikerahkan untuk Operasi Jembatan Udara.

Mengenang-Krisis-Garuda-4Berhimpitan dalam kabin Hercules yang didesain untuk mengangkut tentara dan barang. Tidak nyaman namun menjadi pengalaman unik yang tidak ada duanya bagi penumpang.

Seluruh pesawat tiba di Bandara Kemayoran dua hari setelah Krisis Garuda (pada tanggal 31 Januari) dan langsung melaksanakan layanan rute-rute ke kota-kota di Jawa, Sumatra, dan Sulawesi. Selain TNI-AU, PAS (Pelita Air Service) membantu dengan mengerahkan Boeing 707 dan tiga unit L-100-30 Super Hercules. Terakhir MNA ikut pula membantu dengan dua unit Vickers Vanguard.

Pencapaiannya cukup bagus, mencapai 70% dari jumlah rata-rata penumpang yang biasa diangkut dari Kemayoran sekaligus pembuktian kembali peran TNI-AU dalam tugas sipil jika diperlukan. Rute-rute itu terus ditambah bahkan sampai ke Nusa Tenggara Timur dan Barat, Maluku, dan Papua walaupun rencana ini tidak sempat terlayani seluruhnya karena Krisis Garuda telah berakhir.

Mengenang-Krisis-Garuda-6Panglima Kopkamtib Laksamana Soedomo menyalami dan mengucapkan terimakasih kepada para kru Hercules pada hari berakhirnya Krisis Garuda. 

Mengenang-Krisis-Garuda-7Laksamana Soedomo ikut pula mengucapakan terimakasih dan berjabat tangan dengan pilot PAS sebagai bagian dari Operasi Jembatan Udara.

Krisis Garuda tercatat sebagai pemogokan pilot sipil pertama di Indonesia sekaligus memaksa pihak manajemen GIA dan pilot kembali berunding atas tuntutan mereka. Lewat perwakilan, seluruh pilot yang melakukan pemogokan meminta maaf kepada masyarakat dan siap bekerja kembali pada hari Minggu pagi atau pada tanggal 3 Februari. Secara perlahan-lahan pesawat-pesawat milik PAS dan MNA kembali melaksanakan layanan rutinnya, sedangkan pesawat angkut milik TNI-AU masih sehari ditempatkan di Kemayoran karena Kopkamtib baru menyatakan Krisis Garuda berakhir pada tanggal 4 Februari, namun armada pesawat angkut ini baru besoknya pulang ke Halim Perdanakusuma. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)