KLM (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij) sebagai salah satu maskapai kelas dunia, melayani rute ke Jakarta dari Amsterdam dengan menggunakan Lockheed L1049G pada periode tahun 1950-an, dipromosikan dalam iklan yang dimuat di Harian Merdeka tanggal 7 Maret 1957.

KLM telah merintis rute ini sejak Jakarta masih bernama Batavia dan Indonesia merupakan koloni Belanda dengan nama Hindia Belanda. Mulai dengan pesawat Fokker Trimotor (Baca : Fokker Trimotor, Pesawat Pionir Penerbangan Sipil di Hindia Belanda), dilanjutkan dengan Douglas DC-2 (Baca : Douglas DC-2, Kalah Tenar Namun Tetap Berprestasi) lalu DC-3.  Sempat terhenti saat Perang Dunia II namun rute ini kembali diaktifkan setelah perang berakhir diiringi pendudukan kembali Hindia Belanda pada bulan September 1945.

Rute kembali dilayani bukan dengan DC-3 lagi namun dengan mendatangkan armada pesawat raksasa bermesin piston empat buah, DC-4B lalu kemudian digantikan Lockheed Constellation (Model L-749) pada tahun 1947. KLM total memiliki 25 unit pesawat penumpang yang berdesain anggun ini, lebih cepat dan nyaman bagi penumpang karena kabinnya bertekanan udara, serta pastinya lebih banyak mengangkut penumpang daripada DC-4B.

Super-Constellation-KLM-1

Selain KLM, maskapai kelas dunia lainnya seperti Qantas, TWA (Trans World Airlines), PAN AM, dan BOAC (British Overseas Airways Corp.) mengoperasikan Constellation dalam jumlah signifikan untuk melayani rute internasional. Tidak heran penggantinya adalah Constellation lainnya yaitu sang adik, Super Constellation (Model L-1049G). Total 22 unit pesawat berjulukan “Super G” ini dibeli oleh KLM dan berdampingan dengan sang kakak, melayani rute KLM ke seluruh penjuru dunia termasuk ke Jakarta (Bandara Kemayoran) seperti yang tersurat dalam kalimat utama di iklannya ini, “World Finest Airliner Serving Indonesia, Lockheed Super Constellation, across six continents and over seven seas“.

Walaupun populer, pamor Constellation dan Super Constellation pelan-pelan memudar akibat hadirnya teknologi mesin jet. Rencana KLM untuk membeli pengembangan berikutnya yaitu Model L-1649 atau Lockheed Luxury Liner dibatalkan, lebih memilih membeli Douglas DC-8 pada awal 1960-an. Tentunya dengan kedatangan  pesawat jet bermesin empat ini maka berakhirlah era Constellation dan Super Constellation di KLM. (Aviahistoria.com. Sejarah Penerbangan Indonesia)