Kedatangan Lockheed C-130B Hercules di Bandara Internasional Kemayoran, Jakarta pada tanggal 18 Maret 1960 menandai pengabdian panjang Sang Putra Dewa di Indonesia sampai saat ini.
Belajar dari kasus pemberontakan PRRI/Permesta (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta), pengadaan Hercules merupakan keinginan AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) agar mobilitas pasukan dan logistik lebih meningkat empat bahkan lima kalinya bila dibandingkan menggunakan pesawat angkut bermesin piston Douglas C-47/DC-3 Dakota yang menjadi kekuatan Skadron 2. Hercules dapat mencapai titik terjauh di wilayah Indonesia dari Pulau Jawa dalam waktu kurang dari sehari dan bahkan tanpa atau minimal sekali mendarat untuk mengisi bahan bakar.
Pengadaan pesawat bermesin empat turboprop ini terealisasi berkat perubahan politik di pemerintahan Amerika Serikat yang saat itu dipimpin oleh Presiden John F. Kennedy. Pangkalan AU Amerika Serikat di Guam sempat gempar dengan kehadirannya saat Hercules pertama yang dipimpin oleh Mayor Udara Pnb (Penerbang) Tjokroadiredjo tiba di sana untuk mengisi bahan bakar, menerbangkan langsung dari pabrik Lockheed melintasi Samudra Pasifik. Gempar karena USAF (United States Air Force) sendiri masih langka mengoperasikan tipe ini sehingga menjadi tontonan unik bagi pasukan dan kru Amerika Serikat di Guam. Indonesia tercatat menjadi negara kedua di luar Amerika Serikat yang mengoperasikan Hercules dan Australia menjadi negara pertama tapi membeli C-130A (versi awal).
Menteri Keamanan Nasional dan KSAD (Kepala Staf Angkatan Darat) Jendral A.H. Nasution (kiri), KSAU (Kepala Staf Angkatan Udara) Marsekal Udara Suryadi Suryadarma (tengah), dan Vice President Lockheed Carl Squier (kiri) saat upacara penyambutan kedatangan Hercules di Kemayoran.
KSAU (Kepala Staf Angkatan Udara) Marsekal Udara Suryadi Suryadarma memimpin upacara penyerahan Hercules pada tanggal 18 Maret 1960.
Saat kedatangannya itu, salah satu Hercules mendemonstrasikan performanya di Kemayoran dan bahkan melakukan joyflight di atas Selat Sunda. Tampak Hercules ini walaupun sudah bertuliskan AURI namun registrasi ekor masih penomoran USAF yaitu 5024.
Guntingan berita dari Harian Merdeka tanggal 19 Maret 1960, menceritakan upacara kedatangan Hercules sehari sebelumnya.
Pada tanggal bersejarah itu, sebanyak lima unit mendarat di Jakarta sebagai awal peresmian sekaligus pengoperasian pesawat angkut yang sanggup mengangkut 60 pasukan parasut itu di AURI. Total ada 10 unit Hercules yang dipesan dan diberi nomor registrasi T-1301 s/d 1310. Bagi AURI, pengadaan Hercules merupakan loncatan teknologi pesawat angkut, mulai beralih dari mesin piston ke mesin turboprop. Kurang lebih kasusnya mirip dengan pengadaan helikopter pertama AURI, Hiller 360 (Baca: Hiller 360, Helikopter Pertama di Indonesia) dan pesawat latih jet pertama AURI, de Havilland Vampire (Baca: Vampire, Tipe Pesawat Jet Pertama di Indonesia).
Dalam sambutannya saat upacara kedatangan lima unit Hercules itu, Menteri Keamanan Nasional dan KSAD (Kepala Staf Angkatan Darat) Jendral A.H. Nasution menyebutnya sebagai “kemajuan yang melompat”. Sedangkan bagi KSAU (Kepala Staf Angkatan Udara) Marsekal Udara Suryadi Suryadarma, mengatakan kedatangan Hercules merupakan unit eksperimental AURI, karena pesawat ini merupakan barang dan berteknologi baru sehingga kelanjutan operasional dan perawatannya masih perlu dikaji lagi.
Untuk mengantisipasinya, seperti sebelumnya dibentuk skadron percobaan lebih dahulu. Lewat Keputusan Menteri/KSAU No. 433 tanggal 1 Juni 1960 dan mulai berlaku pada tanggal yang sama, lahirlah Kesatuan Pengangkut Jarak Jauh yang berkedudukan di Pangkalan Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta. Setelah alih teknologi dan operasional dinyatakan berhasil maka AURI membentuk Skadron 31 pada tanggal 4 April 1961. Dengan pusat operasi yang sama dengan Skadron 2, skadron ini menjadi skadron angkut taktis sedangkan Skadron 31 menjadi skadron angkut strategis. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)