Menekuni profesi sebagai pelukis dirgantara adalah hal langka di Indonesia, Noordono yang berpulang pada tanggal 12 Juli 2020 merupakan salah satunya. Tulisan ini dibuat untuk mengenang karya dan sedikit latar belakang mengapa dia menekuni profesi ini.
Majalah Angkasa No. 1 Oktober 1991 dan No. 9 Juni 1998 pernah mengangkat liputan tentang Noordono. Lahir di Yogyakarta tahun 1927, Noordono jatuh cinta pada dunia penerbangan saat menyaksikan kegiatan di lapangan terbang Sekip. Pulang dari sana, Noordono yang masih remaja itu coba-coba menuangkannya ke dalam media gambar. Namun baru setelah pengakuan kedaulatan, profesi melukis ini dia tekuni saat masuk AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) dengan pangkat sersan mayor.
KSAU (Kepala Staf Angkatan Udara) Marsekal Suryadi Suryadarma berniat menyekolahkannya ke luar negeri namun batal karena kondisi internal politik waktu itu. Sebaliknya didatangkan guru dari Belanda bernama Viktor Trip. Di kelas melukis itu, ada beberapa murid dari anggota AURI dan bahkan ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia) namun hanya Noordono yang serius dan terus melukis tema kedirgantaraan khususnya militer.
Noordono dipotret pada tahun 1991 di Ancol. Tampak salah satu karyanya, pesawat tempur Lockheed F-16A Fighting Falcon TNI-AU yang sedang lepas landas, ditonton oleh masyarakat sebagai bagian dari aspek human interest di karyanya ini.
Noordono dipotret pada tahun 1998, tampak beraneka-ragam karya dirgantaranya di atas kanvas. Ada helikopter Bolkow NBO-105 Polisi Republik Indonesia, Tachikawa Ki-36/-55 , Rockwell OV-10 Bronco, F-16 Elang Biru, Hawker Hurricane, Messerschmitt Me-109, Junker Ju-87B Stuka, CN-235, dan Canadair CL-215.
Alhasil dari ketekunannya, lukisannya di atas kanvas ini dijadikan produk cetakan untuk ilustrasi, sampul buku, sampul Majalah Angkasa (yang saat itu masih di bawah Departemen Penerangan AURI), brosur, dan beraneka-ragam leaflet. Selain itu lukisannya menghiasi markas AURI, kantor atase Angkatan Udara di luar negeri, Museum Dirgantara Mandala, bahkan dipesan dan menjadi koleksi pejabat-pejabat AURI. Pensiun pada tahun 1985 dengan pangkat terakhir Letnan Kolonel, Noordono tetap terus melukis di galeri sekaligus studio miliknya di Pasar Seni Ancol.
Diakui karyanya memang kebanyakan bertema pesawat-pesawat milik AURI/TNI-AU (Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara), instansi tempat Noordono bekerja. Kadang untuk variasi, Noordono melukis pesawat militer non AURI/TNI-AU seperti Hawker Hurricane yang berjaya ketika Battle of Britain, kadang melukis pula pesawat sipil bila ada pesanan dari maskapai atau dari pabrik pesawat. Diakui pula oleh ayah dari sembilan anak ini bahwa genre lukisan dirgantara tergolong masih sedikit peminatnya atau kurang populer di Indonesia. Beda dengan di luar negeri di mana lukisan bertema dirgantara apalagi menyangkut sejarah yang ditandatangani pelukis dan pelaku sejarahnya, menjadi koleksi yang mahal dan berharga.
Selamat jalan, Noordono, sang maestro pelukis dirgantara. Biarpun engkau sudah tiada, namun karya-karyamu tetap abadi selalu dan menjadi bukti kejayaan TNI-AU. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)