Tanggal 8 September 1980, dua unit HS/Hawker Siddeley (British Aerospace) Hawk tiba di Pangkalan Angkatan Udara Halim Perdanakusuma dari Dunsfold, Inggris, sebagai awal regenerasi pesawat Latih Lanjut (LL) milik TNI-AU (Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara).

Sebelumnya TNI-AU menggunakan pesawat latih lanjut Aero Vodochody L-29 Dolphin (Baca: Latihan Terbang Jarak Jauh Terakhir sang Lumba-Lumba) sejak tahun 1964. Tipe ini secara teknologi dinilai ketinggalan zaman untuk mendidik calon pilot untuk menerbangkan pesawat tempur terbaru TNI-AU yang tiba pada tahun yang sama, Northrop F-5E/F Tiger II (Baca: Kedatangan Tiger, Kembalinya Era Supersonik TNI-AU) dan Douglas A-4E Skyhawk (Baca: Kedatangan Skyhawk, Kelahiran Kembali Skadron 11 dan Skadron 12).

Rezeki dari harga minyak yang meroket pada tahun 1970-an membuat pemerintah Indonesia memiliki anggaran yang lebih dari cukup untuk membeli alut sista (alat utama sistem senjata) yang baru. Pengadaan Hawk  sendiri merupakan bagian dari modernisasi TNI-AU lewat Renstra (Rencana Strategis) II. Hawk yang dibeli tergolong versi Mk. (Mark) 53, sehingga sering disebut juga Hawk Mk.53, versi ekspor untuk Indonesia dengan kemampuan sekunder serang darat, hal yang tidak bisa dilakukan L-29 Dolphin, selain tugas utamanya sebagai latih lanjut (advanced trainer). Dalam Renstra II, TNI-AU memesan tahap awal delapan unit Hawk pada tanggal 4 April 1978.

Setelah pembelian ditandatangani, delapan Hawk yang beregistrasi LL-5301 s/d 08 akan dikirim secara bertahap pada periode tahun 1980-1981 dan pesawat beregistrasi LL-5301 dan LL-5302 inilah yang tiba pertama kali. Setelah itu, TNI-AU memesan kembali sehingga keseluruhan membeli 20 unit yang terus berdatangan sampai tahun 1984.

HS-Hawk-Tiba-di-Indonesia-1KSAU (Kepala Staf Angkatan Udara) Marsekal Ashadi Tjajadi menandatangani pembelian Hawk di Mabes (Markas Besar) TNI-AU pada bulan April 1978.

HS-Hawk-Tiba-di-Indonesia-2Guntingan berita dari Flight Global (Flight International) edisi 15 April 1978 tentang pembelian delapan unit Hawk oleh TNI-AU senilai 25 juta poundsterling.

HS-Hawk-Tiba-di-Indonesia-3LL-5301 merupakan Hawk produksi ke-140 dan menjadi pesawat Hawk pertama TNI-AU, tiba bersama LL-5302 di Jakarta pada tanggal 8 September 1980.

HS-Hawk-Tiba-di-Indonesia-4KSAU Marsekal Ashadi Tjajadi (kedua dari kiri) menyambut kedatangan kedua Hawk di Halim Perdanakusuma. Kedua pesawat itu diawaki oleh tiga pilot dari Hawker Siddeley (British Aerospace) dan Mayor Pnb. Mahpudin Taka (paling kiri).

Berbeda dengan kedatangan pesawat tempur supersonik Tiger II yang butuh bangunan dan infrastruktur baru, untuk Hawk yang tergolong subsonik cukup menggunakan fasilitas yang sebelumnya digunakan L-29 Dolphin. Sama seperti L-29 Dolphin, Hawk menjadi kekuatan Skadik (Skadron Pendidikan) 103, Wingdik (Wing Pendidikan) 1 yang bermarkas di Pangkalan Angkatan Udara Adisucipto, Yogyakarta.

Sebelum pesanan tiba, TNI-AU mendidik SDM (Sumber Daya Manusia) teknisi dan pilot terlebih dahulu untuk mengoperasikannya. TNI-AU mengirim teknisi ke Inggris sebanyak 33 orang terdiri atas 12 perwira teknik dan 23 bintara teknik. Untuk pilot, tepatnya pilot berkualifikasi instruktur, TNI-AU mengirim empat orang, Mayor Pnb. (Penerbang) Mahpudin Taka yang menjabat sebagai komandan Skadik 103, Kapten Pnb. Abdullah, Kapten Pnb. T. Syahriar, dan Kapten Pnb. Pieter Watimena.

Dari empat perwira penerbang berkualifikasi instruktur Hawk lewat pendidikan konversi 10 jam di Inggris itu, mereka juga dipersiapkan untuk mendidik 10 pilot berikutnya sebagai instruktur. Hawk sendiri segera digunakan untuk mendidik siswa Sekbang (Sekolah Penerbang) Angkatan ke-27 tahun ajaran 1980/1981.

Sama seperti Tiger II dan Skyhawk, Hawk dipamerkan untuk pertama kalinya kepada masyarakat pada HUT (Hari Ulang Tahun) ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) ke-35 pada tanggal 5 Oktober 1980. Pada saat itu enam unit Hawk telah tiba di tanah air dan seluruhnya melaksanakan flypass dalam satu formasi, terbang bersama-sama dengan L-29 Dolphin seolah-olah memberikan ucapan selamat jalan dan selamat tinggal kepada pendahulunya. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)