HUT (Hari Ulang Tahun) ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) ke-35 yang dilaksanakan di ruas tol Jagorawi (Jakarta-Bogor-Ciawi), selain menampilkan defile pasukan dan kendaraan tempur, juga menampilkan aksi udara termasuk simulasi serang darat.

Hari ini adalah HUT ABRI (pasca Reformasi cukup disebut TNI/Tentara Nasional Indonesia) ke-75 namun 40 tahun yang lalu, tepatnya tahun 1980, dapat disebut menjadi tahun kebangkitan kembali TNI-AU (Angkatan Udara). Berkat rezeki kenaikan harga minyak dunia membuat pemerintah Indonesia dan TNI-AU dapat melokasikan anggaran untuk pembelian alutsista (alat utama sistem senjata) terbaru. Dalam Renstra (Rencana Strategis) II, TNI-AU tancap gas dalam melaksanakan modernisasi menjelang akhir 1970-an dan awal/pertengahan tahun 1980.

HUT ABRI ke-35 menjadi kesempatan emas TNI-AU untuk unjuk gigi kepada masyarakat. TNI-AU menampilkan pesawat tempur supersonik Northrop F-5E/F Tiger II (Baca: Kedatangan Tiger, Kembalinya Era Supersonik TNI-AU) dari Amerika Serikat dan pesawat latih lanjut Hawker Siddeley Hawk (Baca: HS Hawk Tiba di Indonesia) dari Inggris. Ada pula pesawat pembom tempur bekas pakai/eks Israel, namun secara teknologi masih tergolong modern, Douglas A-4E Skyhawk (Baca: Kedatangan Skyhawk, Kelahiran Kembali Skadron 11 dan Skadron 12). Untuk sayap putar (rotary wing) diwakilkan Aérospatiale SA330 Puma buatan Perancis sebagai helikopter angkut berat dan angkut pasukan.

HUT-ABRI-ke-35-1Pangkalan Angkatan Udara/Bandara Internasional Halim Perdanakusuma menjadi pangkalan sebagian dari pesawat dan helikopter TNI-AU yang mengudara saat HUT ABRI ke-35. Tampak berbagai macam tipe alutsista, baik yang lama maupun yang baru.

HUT-ABRI-ke-35-2Avon Sabre dengan warna merah-oranye, Spirit’78 mewakili pesawat tempur dari generasi lawas saat HUT ABRI ke-35.

HUT-ABRI-ke-35-3Pesawat tempur anti gerilya, Rockwell OV-10F Bronco hasil dari Renstra I ditampilkan saat HUT ABRI ke-35.

HUT-ABRI-ke-35-4HS Hawk mewakili pesawat latih lanjut saat HUT ABRI ke-35, terbang formasi bersama-sama dengan pesawat yang hendak digantikan, L-29 Dolphin.

Tidak ketinggalan pula TNI-AU menggelar alutsista yang dibeli sebelumnya saat Renstra I, sebelum tahun 1980 yaitu pesawat tempur anti gerilya buatan Amerika Serikat yang sudah teruji kemampuannya di Timor Timur (Timor Leste), Rockwell OV-10F Bronco. Untuk pesawat angkut berat memang masih didominasi Lockheed C-130B Hercules (Baca: Kedatangan Hercules dan Lahirnya Kesatuan Pengangkut Jarak Jauh), namun TNI-AU sudah membeli Super Hercules (Baca: Menjemput Super Hercules A-1314 dari Amerika Serikat) termasuk dalam pesanan versi H.

Tidak hanya alutsista terbaru, TNI-AU juga menggelar alutsista lama. Untuk helikopter ditampilkan Bell 204/206 yang telah hadir sejak tahun 1960-an, sedangkan untuk sayap tetap (fixed wing) diwakilkan oleh Avon Sabre (Baca: Mempersenjatai Kembali Avon Sabre) milik Spirit’78, tim aerobatik  yang meniru Blue Impules asal Jepang dengan warna merah-oranye di badan pesawat, melaksanakan terbang lintas (fly-pass)  bersama-sama Tiger. Hadir pula pesawat latih Aero Vodochody L-29 Dolphin (Baca: Latihan Terbang Jarak Jauh Terakhir sang Lumba-Lumba) yang juga melaksanakan terbang formasi bersama-sama dengan HS Hawk. Penerbangan dua pasang tipe pesawat ini seolah-olah ucapan selamat jalan kepada pesawat yang lama sekaligus selamat bertugas untuk pesawat yang baru.

HUT ABRI ke-35 ini memang berbeda dari sebelumnya, lebih meriah dan menampilkan aksi udara yang sebelumnya belum pernah dilakukan. Selain terbang melintas pesawat tempur dan helikopter, pesawat angkut menerjunkan pasukan Kopassandha (Komando Pasukan Sandi Yudha) di ketinggian 12.000 kaki. Lebih lanjut lagi Skyhawk milik TNI-AU juga menggelar simulasi serang darat/pemboman udara, lengkap dengan efek ledakan dan asap (pyrotechnic) untuk pertama kalinya. Sangat seru, tidak heran animo masyarakat membludak untuk menghadiri dan melihat sendiri acaranya. Alhasil jalanan seputar tol Jagorawi jadi macet!

Walaupun mendapat acungan jempol namun di sisi lain masih ada kekurangannya, tidak menampilkan alutsista dari matra laut atau armada kapal perang. Alhasil TNI-AL (Angkatan Laut) dan Marinir hanya memamerkan tank, kendaraan, dan meriam artileri miliknya, bersanding dengan milik TNI-AD (Angkatan Darat) dan Kepolisian. Baru tahun berikutnya HUT ABRI dapat berlangsung secara utuh, dilaksanakan di Cilegon dengan menampilkan alutsista dari ketiga angkatan (plus Kepolisian).

HUT-ABRI-ke-35-5Presiden Soeharto sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata didampingi oleh Menteri Pertahanan dan Keamanan serta kepala staf dari ketiga angkatan termasuk Kepolisian menyaksikan defile pasukan, tank, dan kendaraan darat dari tribun kehormatan.

HUT-ABRI-ke-35-6Cuplikan artikel tentang HUT ABRI ke-35 yang dimuat di Majalah Angkasa edisi September-Oktober 1980.

Cuplikan video HUT ABRI ke-35, menampilkan defile pasukan, tank, dan kendaraan darat serta fly-pass helikopter dan simulasi serang darat.

Penyelenggaraan defile pasukan dan gelar alutsista HUT ABRI ke-35 saat Pemerintahan Orde Baru berkuasa ini bukan sekedar unjuk kekuatan (show force) namun merupakan bagian dari pertanggungjawaban dan kebanggaan masyarakat. Apalagi tenar pada waktu itu istilah Dwifungsi ABRI, ABRI yang menyatu dengan rakyat. Mengutip pidato sambutan Presiden Soeharto sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata pada hari itu, “ABRI adalah milik nasional dan akan tetap menjadi milk nasional yang tak akan dapat terpisahkan dari rakyat, karena ABRI adalah kekuatan bangsa dan dicintai oleh rakyatnya. Oleh karena itu ABRI tidak boleh mengecewakan rakyat, sebaliknya harus menjadi kebanggaan rakyat.”

HUT ABRI ke-35 memang berkesan, khususnya bagi TNI-AU yang sempat sepuluh tahun sebelumnya terpuruk. Pada hari itu TNI-AU tidak menyia-nyiakan untuk menunjukan kembali bahwa dirinya adalah kekuatan yang diperhitungkan sebagai alat pertahanan dan keamanan nasional, walaupun kalau boleh jujur sebenarnya masih jauh dari ideal. Aksi serang darat ditambah gelegar suara pesawat tempur supersonik dan subsonik di ketinggian rendah, membuat ejekan, “Pesawat Garuda (Garuda Indonesian Airways) lebih cepat daripada pesawat TNI-AU,” segera menghilang dan dilupakan orang. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)