Mencoba peruntungannya di pasar pesawat komuter turboprop berkapasitas 30-40 penumpang di Indonesia, Saab (Svenska Aeroplan Aktiebolaget) asal Swedia menawarkan tipe Saab 340 pada tanggal 3 Mei 2001.
Dikutip dari Majalah Angkasa No.9 Juni 2001, untuk promosi ini, Saab mendatangkan versi B atau Saab 340B, melaksanakan presentasi sekaligus demo terbang. Menurut Wakil Presiden Pemasaran dan Penjualan Saab, Morgan Falkengren, Indonesia merupakan pasar potensial khususnya pada yang saat sama sedang melaksanakan kebijakan otonomi daerah. Kebijakan ini memungkinkan tiap-tiap daerah setingkat provinsi bisa memiliki maskapai sendiri untuk menunjang perekonomian dan transportasi udaranya. Saab 340B dapat terbang dengan kecepatan maksimal 502 km/jam dan jangkauan sekitar 1.700 km, ideal melayani penerbangan jarak pendek, seperti Jakarta-Bandung, Surabaya-Denpasar, Medan-Batam, dsb.
Tidak heran demo terbang yang biasanya cukup terbang di seputaran Jakarta dan di atas Selat Sunda dari Bandara Halim Perdanakusuma, justru melaksanakan penerbangan rute Jakarta-Bandung selama 20 menit, menunjukan secara nyata performanya sebagai pesawat antar kota dan antar provinsi. Apakah ini juga bagian dari strategi yang tersirat oleh tim pemasaran Saab bahwa pesawat sayap rendah bermesin ganda General Electric CT-9B ini siap bersaing dengan pesawat komuter produksi dalam negeri, CN235 buatan PT. Dirgantara Indonesia yang berada di ceruk pasar yang sama dan diproduksi bersebelahan dengan Bandara Husein Sastranegara? Entahlah.
Saab 340B beregistrasi Australia, VH-XDZ siap melaksanakan terbang promosi dari Jakarta menuju Bandung selama 20 menit.
Sebagai pesawat turboprop kelas komuter 30-40 penumpang, Saab 340B telah menerapkan teknologi glass cockpit yang sebelumnya dimonopoli untuk pesawat jet.
Para tamu undangan promosi Saab 340B menikmati perjalanan rute Jakarta-Bandung pp. Pesawat ini memiliki desain konfigurasi kursi 2-1.
Saab 340B saat berada di Bandara Husein Sastranegara, Bandung. Di latar belakang tampak fasilitas produksi dan kantor PT. Dirgantara Indonesia yang merupakan produsen pesawat komuter CN235.
Tapi yang pasti saat itu krisis moneter masih melanda Indonesia, maskapai-maskapai yang ada boro-boro membeli pesawat baru, mempertahankan yang lama saja sangat sulit. Sementara maskapai-maskapai yang baru berdiri berkat liberalisasi penerbangan pasca Orde Reformasi masih fokus ke rute tradisional yang biasa dilakukan maskapai-maskapai besar sebelumnya, cenderung membeli pesawat jet tipe Boeing 737 bukan turboprop komuter/regional. Provinsi-provinsi di Indonesia juga dalam masa konsilidasi ke birokrasinya, belum terpikirkan untuk membangun maskapai sendiri. Bahkan setelah krisis ekonomi berakhir terbukti Saab 340 termasuk “adiknya” Saab 2000 yang sudah tergolong pesawat regional berkapasitas 50-58 penumpang, belum menemukan pelanggannya di Indonesia, kalah populer dengan ATR 42/72.
Sebagai catatan, saat promosi tepat dua puluh tahun yang lalu ini, Saab mendatangkan Saab 340B beregistrasi VH-XDZ asal Australia. Awalnya pesawat ini adalah milik perusahaan lessor asal Perancis, Regional CAE beregistrasi F-GMVV lalu kemudian diakusisi oleh maskapai regional Macair Airlines yang berkedudukan di Townsville, Queensland, Australia sejak tahun 1998. Macair sendiri jatuh bangkrut pada Januari 2009 dan pesawat ini beralih kepemilikan ke Peninsula Airways (Penair) asal Alaska, Amerika Serikat menjadi N677PA. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)