Menyambung tulisan sebelumnya, Ilyushin Il-28 “Beagle” milik AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia), ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia) juga pernah memilikinya. Nasibnya juga sama, hanya beroperasi dalam waktu singkat.

Dengan tanggungjawab menjaga perairan Indonesia yang teramat luas, ALRI seharusnya juga memiliki pesawat pembom anti kapal berkemampuan strategis seperti Tupolev Tu-16 “Badger” yang lebih dulu dimiliki AURI. Namun pemerintah memutuskan agar ALRI tetap fokus pada armada kapal dengan skuadron pesawat sebagai pendampingnya. Alhasil Dispenerbal (Disnas Penerbangan Angkatan Laut) sebagai sayap ALRI hanya mendapat jatah pesawat pembom taktis “Beagle” yang kemampuan terbangnya sebatas perlindungan pantai (coastal defense). Sebagai catatan, “Beagle” merupakan tipe pesawat kedua buatan Blok Timur yang dioperasikan ALRI. Sebelumnya telah berdatangan helikopter Mil Mi-4 “Hound” untuk tugas angkut dan anti kapal selam.

“Beagle” yang terbang pertama kali pada tahun 1948 masih mengadopsi teknologi era Perang Dunia II. Pembom yang memiliki jangkauan terbang sampai 2.260 km ini tidak lebih seperti desain pembom medium yang diganti mesinnya dengan mesin jet Klimov VK-1 yang masih merupakan turunan mesin jet sentrifugal generasi awal buatan Inggris, Rolls Royce Nene. Karena tugas pokoknya untuk melindungi pulau-pulau utama Indonesia dari serbuan armada kapal musuh, ALRI memilih versi pembom torpedo (Il-28T) sebanyak 11 unit dan ditambah dua unit versi latih (Il-28U). “Beagle” menjadi kekuatan Skuadron 500 yang baru dibentuk pada tanggal 24 Januari 1964 dengan pangkalan utama di Pangkalan Udara Angkatan Laut/Bandara Juanda, Surabaya.

Perjalanan-Singkat-Beagle-Milik-ALRI-1Calon navigator “Beagle”, Hamzah Saiman bersiap masuk ke hidung pesawat. Tugas navigator selain mengarahkan pesawat ke posisi tujuan juga merangkap sebagai bombardier/juru bom dan torpedo.

Perjalanan-Singkat-Beagle-Milik-ALRI-2Il-28U, versi latih. ALRI memiliki dua unit. Ciri khasnya dua ruang kokpit yang terpisah dan tail gunner tidak dipersenjatai.

Untuk mengawaki dan mengoperasikan “Beagle” yang berawak tiga orang ini—pilot, navigator/bombardier, dan operator radio/penembak ekor (tail gunner)—pada periode 1963-1964 ALRI mengirim 13 calon pilot, 13 calon navigator, dan 13 calon operator radio, selain itu ada teknisi mesin, teknisi rangka pesawat, persenjataan, dan elektronik, total mencapai 200 orang dan dikirim dalam tiga gelombang ke Uni Soviet. Calon pilot ditempatkan di pangkalan AL Uni Soviet di Tokmak, Kirghizstan, dekat dengan perbatasan RRC (Republik Rakyat Cina), sedangkan navigator dan operator radio ditempatkan di Krasnodar lalu ke Primosko-Achtarsk, pantai timur Laut Azov, keduanya merupakan pangkalan AL Uni Soviet. Namun pasca G30S (Gerakan 30 September) seluruh kru dan teknisi dipindahkan ke Tokmak yang justru merupakan pangkalan AU Uni Soviet. Sedangkan untuk navigator, pelatihan navigasi laut khususnya latihan penembakan torpedo dilakukan di Simferopol, Ukrania yang terletak di Semenanjung Krimea.

Awal tahun 1965, “Beagle” pesanan ALRI tiba di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya dari Pelabuhan Sevastopol, Laut Hitam. Sebelumnya kru pesawat dari pelatihan gelombang pertama sudah tiba di Indonesia sejak bulan November 1964. Sayangnya satu unit pesawat mengalami kerusakan parah dan tidak bisa dipakai sehingga hanya menyisakan 12 unit. Setelah dirakit semuanya oleh teknisi Uni Soviet, pengoperasian “Beagle” justru tertunda-tunda akibat adanya pergolakan di tubuh ALRI lewat kasus GPPR (Gerakan Perwira Progresif Revolusioner). Gerakan yang dianggap pembangkangan terhadap perwira senior ini berakibat diberhentikannya cukup banyak personil ALRI termasuk komandan Skuadron 500, yang seluruhnya ditugaskan kembali di institusi sipil milik pemerintah. Baru pada pertengahan tahun 1965, “Beagle” mulai diterbangkan dan dioperasikan Dispenerbal.

Perjalanan-Singkat-Beagle-Milik-ALRI-3Kapten Laut (Pnb) FX. Soekapdjioto berdiri di depan Il-28T milik Skuadron 500. Tipe ini hanya beroperasi singkat, kurang lebih hanya lima tahun.

Perjalanan-Singkat-Beagle-Milik-ALRI-4Dipensiunkan pada tahun 1970, “Beagle” milik ALRI dijual sebagai besi tua, salah satunya disisakan untuk dipasang sebagai monumen di Bandara Juanda, Surabaya.

Selain empat kanon NR-23 kaliber 23 mm—dua di hidung dan dua di turet ekor dioperasikan oleh tail gunner—senjata utama “Beagle” milik ALRI adalah sepasang torpedo konvensional berukuran kecil atau satu torpedo berukuran besar yang dimuat di dalam ruang bom. Sayangnya pesawat ini tidak pernah diterjunkan dalam operasi militer dan pasca G30S Dispenerbal mulai terasa kesulitan dalam menerbangan “Beagle”, pasokan suku cadang dari Uni Soviet tersendat-sendat sampai akhirnya terhenti sama sekali. Walaupun sempat memiliki tambahan 14 unit “Beagle” eks AURI yang dihibahkan namun tipe ini adalah versi pembom konvensional, tidak cocok untuk tugas anti kapal sesuai doktrin ALRI, ditambah lagi pesawat ini juga kebanyakan sudah tidak laik terbang.

“Beagle” milik ALRI terakhir terbang pada tahun 1970, dengan kehilangan lima unit selama pengoperasiannya, satu unit mendarat darurat di Pantai Banyuwangi, satu unit hilang saat latihan navigasi di Pulau Maselembo, dan tiga unit lainnya kecelakaan saat mendarat, dua di Bandara Kemayoran dan satu di Lapangan Terbang Hasanudin, Ujung Pandang (Makassar). Pesawat yang tersisa akhirnya dijual sebagai besi tua dengan satu unit disisakan sebagai monumen di Juanda. Tanpa pesawat andalannya praktis Skuadron 500 dibubarkan, mungkin suatu keajaiban bila Indonesia membeli pesawat pembom tempur berkemampuan anti kapal untuk ALRI, skuadron ini bisa dihidupkan kembali, tapi sepertinya tidak dalam waktu dekat. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)