Northrop memperkenalkan penerus pesawat tempur ringan F-5E/F Tiger II, F-20 Tigershark kepada pelanggannya, negara-negara di Asia Pasifik, tidak terkecuali Indonesia pada tahun 1984.
Dikembangkan sejak tahun 1975 dan terbang perdana tujuh tahun kemudian, Northrop yakin pesawat ini akan mendapatkan angka penjualan signifikan seperti Tiger II. Berbasis desain yang sama namun dengan memasang mesin General Electric F404, radar AN/APG-67, dan kokpit serba digital, Sang Hiu Macan yang teknologinya sudah tergolong pesawat tempur generasi IV ini dijagokan akan mengalahkan General Dynamics F-16A/B Fighting Falcon yang gencar dipasarkan ke seluruh dunia pada tahun 1980-an.
Dalam promosinya Tigershark lebih unggul daripada Fighting Falcon, berkemampuan serba guna (multirole), dapat melaksanakan misi udara ke udara, udara ke darat, dan serang maritim, tapi dengan biaya operasional dan harga lebih rendah. Tak kurang Chuck Yeager, pilot uji legendaris disewa Northop untuk mempromosikannya. Pertaruhan besar juga dilakukan, Fighting Falcon didukung Pentagon dan USAF (United States of Air Force) sedangkan Tigershark murni mengandalkan swadaya dari Northrop.
Asia-Pasifik menjadi tujuan utama Northrop karena pasarnya cukup besar. Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN (South East Asian Nation) pengguna Tiger II adalah salah satu targetnya. Indonesia sendiri baru empat tahun mengoperasikan Tiger II (Baca: Kedatangan Tiger, Kembalinya Era Supersonik TNI-AU), tapi target penjualan pesawat memang tidak setahun dua tahun melainkan 10-15 tahun ke depan. Pelanggan lama terus diingatkan sebagai usaha terus-menerus membangun kesadaran merk (branding awareness). Tidak lupa promosi dilakukan dengan memasang iklan seperti yang dimuat di Majalah Angkasa Edisi Januari-Februari 1984, dua halaman bolak-balik.
Selain negara-negara anggota ASEAN, target utama lainnya di Asia Pasifik adalah Taiwan dan Korea Selatan. Keduanya masih berseteru dengan negara tetangganya, Taiwan dengan RRC (Republik Rakyat Cina) dan Korea Selatan dengan Korea Utara. Tigershark justru dijegal penjualannya oleh pemerintah Amerika Serikat sehingga Taiwan memutuskan membangun secara mandiri, F-CK-1 Ching-Kuo dan Korea Selatan membeli Fighting Falcon. Tigershark sepertinya sudah ditakdirkan menjadi pesawat tempur gagal. Hanya tiga prototipe yang selesai dibuat dan diterbangkan, dua di antaranya jatuh saat terbang promosi di Korea Selatan dan Kanada. Antiklimaksnya proyek ini ditutup pada tahun 1986 dan Northrop menanggung kerugian sampai USD 1,2 miliar. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)