Hanya dua menit setelah lepas landas, kecelakaan pesawat angkut itu terjadi. Pagi hari masyarakat menyaksikan dengan penuh kebanggaan defile pasukan dan flypass pesawat tempur, sore harinya justru berduka.

Pesawat angkut tipe Lockheed C-130HS Hercules milik Skadron Angkut Berat 31 TNI-AU (Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara) bernomor registrasi A-1324 yang nahas itu sedang mengangkut 122 Paskhasau (Pasukan Khas Angkatan Udara) yang ikut dalam upacara HUT (Hari Ulang Tahun) ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) ke-46 di Parkir Timur Senayan pada hari Sabtu, tanggal 5 Oktober 1991, atau tepat 30 tahun yang lalu.

Ini adalah Hercules terakhir atau keempat yang meninggalkan Pangkalan Angkatan Udara/Bandara Halim Perdanakusuma, bersiap terbang menuju Bandara Husein Sastranegara pada pukul 14.45 WIB (Waktu Indonesia bagian Barat). Hampir seluruh prajurit yang dibawa bermarkas di Bandung, walaupun aslinya bukan prajurit Paskhasau yang identik mengenakan baret jingga, melainkan prajurit teknisi yang baru saja selesai menyelesaikan pendidikan keteknikan.

Salah satu baling-baling Hercules A-1324 yang nyaris hancur saat jatuh menghantam BLK Codet (atas). Bagian kokpit Hercules A-1324 yang sudah tidak berbentuk lagi (bawah). Dahsyatnya kecelakaan menyebabkan seluruh bagian pesawat hancur berkeping-keping, tidak ada yang utuh bahkan ekor pesawat sekalipun.

Dalam benak mereka, sehabis upacara akan menikmati liburan, cuti di kampung halaman menemui keluarga masing-masing. Harapan tinggal harapan. Beberapa saat setelah lepas landas dari runway 24, mesin nomor 1 (posisi paling kiri) meledak diikuti matinya mesin nomor 4 (posisi paling kanan). Hercules di bawah pimpinan Mayor (Pnb/Penerbang) Syamsul Aminullah sebagai pilot ketiga/instruktur ini terseok-seok terbang dengan mengarah ke kiri.

Kedua pilot yang bertugas, Kapten (Pnb) Bambang Sugeng dan Letnan Dua (Pnb) Agus Guntoro berusaha menstabilkan pesawat, bertekad mencapai ketinggian yang cukup untuk kembali ke landasan pacu, namun tidak bisa, pesawat akhirnya jatuh menimpa BLK (Balai Latihan Kerja) di daerah Condet, Kecamatan Batu Ampar, Jakarta Timur. Dua orang yang merupakan satpam dan pengurus asrama BLK meninggal dunia, satu orang berhasil lolos dari maut dengan tangan patah tertimpa reruntuhan.

Satpam BLK Umar berhasil lolos dari reruntuhan bangunan walaupun tangan patah. Rekannya tidak beruntung, Marjuki dan pengurus asrama BLK Agus Salim meninggal dunia (atas). Tanda panah menunjukan meja kerja Kepala BLK Ir. Achmad Husaini yang lolos dari maut karena pulang sejam lebih awal (bawah). 

Saksi-saksi di seputaran menyebutkan dua ledakan besar terjadi setelah jatuh, kemungkinan berasal dari bahan bakar pesawat yang masih penuh. Cukup sulit memadamkannya dan saat kebakaran berhasil diatasi, seluruh jenazah terbakar dan tertimpa puing-puing pesawat dan bangunan. Tim penyelamat dari sipil dan militer bahu-membahu menyelamatkan korban, berharap masih bisa menyelamatkan nyawa. Sebanyak 12 kru yang terdiri atas pilot, kopilot, navigator, JMU (Juru Mudi Udara), navigator, dan LM (Load Master) gugur. Sedangkan dari 122 penumpang yang gugur hanya satu yang berhasil selamat, Prajurit Satu Bambang Supardi walaupun menderita luka bakar cukup parah.

Kecelakaan ini jelas mengagetkan masyarakat termasuk pejabat-pejabat ABRI yang baru saja diliputi rasa lega menyaksikan perayaan berlangsung aman dan lancar. Media massa gencar memberitakan ini, TVRI menayangkan Dunia Dalam Berita pada pukul 21.00 WIB sedangkan media cetak besoknya, pada hari Minggu. Semalaman penuh evakuasi jenazah dilakukan dan seluruhnya ditempatkan di hanggar Skadron 31 sebagai rumah duka.

Dengan penuh duka cita, sanak saudara dan kerabat mengantar jenazah yang gugur dari hanggar Skadron 31 menuju TMB Pondok Aren (atas). KSAU Marsdya (Marsekal Madya) Siboen Dipoatmodjo memimpin upacara pemakaman dan melakukan penimbunan tanah pertama kali di atas pemakaman massal. Seluruh petinggi ABRI dan atase militer dari negara sahabat ikut hadir dalam upacara ini (bawah).

Hari Minggu sore seluruh jenazah diberangkatkan ke tempat persemayaman terakhir di pemakaman massal berukuran 25 x 25 m, TMB (Taman Makam Bahagia) Pondok Aren, Tangerang. Prosesi pemakaman ini dipimpin langsung oleh KSAU (Kepala Staf Angkatan Udara), Marsdya (Marsekal Madya) Siboen Dipoatmodjo, dihadiri oleh kepala staf setiap angkatan termasuk kepolisian. Hadir pula Panglima ABRI, Jenderal Try Sutrisno, Menhankam (Menteri Pertahanan Keamanan) L.B. Moerdani, dan atase-atase militer dari negara sahabat.

Kecelakaan ini menjadi yang terbesar pertama dari sisi militer, khususnya TNI-AU. Lebih ironis lagi yang gugur lebih banyak saat Operasi Trikora (94 prajurit) dan Operasi Dwikora (83 prajurit). Tragedi di Hari ABRI ke-46 ini bukan kecelakaan terakhir di Indonesia melibatkan Sang Putra Dewa dengan jumlah korban jiwa yang banyak. Pada tanggal 20 Mei 2009, Hercules A-1325 eks Merpati Nusantara Airlines (Baca: Hercules Milik Merpati Nusantara Airlines) jatuh menjelang mendarat di Iswahyudi, Madiun, membawa 112 orang (12 kru dan 98 penumpang), 97 di antaranya meninggal dunia termasuk dua orang di darat. Terakhir tanggal 30 Juni 2015, Hercules A-1310 yang merupakan pesawat tanker (Baca: Pengisian Bahan Bakar di Udara) jatuh di Jalan Djamin Ginting sesaat setelah lepas landas dari Soewondo (Polonia), Medan. Pesawat ini membawa 122 orang (12 kru dan 110 penumpang), seluruhnya gugur termasuk korban di darat sebanyak 17 orang. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)