Periode tahun 1970-an dan 1980-an merupakan era keemasan industri tambang migas (minyak dan gas) nasional. Pertamina sebagai perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang memonopoli industri ini berkembang sangat pesat termasuk pula PAS (Pelita Air Service PAS) sebagai anak perusahaannya.

Dengan adanya kebijakan monopoli dari pemerintah, di mana seluruh aktivitas penerbangan carter wajib menggunakan PAS, membuatnya menjadi maskapai carter terbesar di Indonesia saat itu, bersaing ketat dengan Airfast Indonesia. PAS memiliki beraneka ragam jenis pesawat dan helikopter, sesuai dengan kebutuhan Pertamina dan klien-klien dari perusahaan tambang luar negeri.


Dalam iklan yang dimuat di Majalah Angkasa Edisi Mei-Juni 1983, PAS “memamerkan” sebagian kecil tipe armada yang dimilikinya, yaitu Lockheed L-100-30 Hercules, Hawker Siddeley HS 125, dan Aérospatiale SA330 Puma. Yang pertama untuk mendukung transmigrasi atau dalam iklan ini disebut, “penyebaran penduduk lebih merata.” Yang kedua adalah tipe pesawat jet eksekutif atau bizjet. Sedangkan yang terakhir adalah helikopter angkut sedang, sangat bermanfaat sebagai sarana angkut ke pedalaman.

Era 1990-an usaha carter PAS pelan-pelan meredup karena monopoli dicabut. Armadanya semakin lama semakin berkurang, walaupun demikian sampai sekarang PAS terus menjadi anak perusahaan Pertamina yang diandalkan sebagai sarana transportasi udara baik untuk para eksekutifnya, mendukung eksplorasi tambang migas, bahkan membantu pemerintah. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)