GIA (Garuda Indonesian Airways) mengikuti tren teknologi mesin turboprop lewat pembelian Lockheed L-188 Electra.

Rencana pembeliannya seiring dengan pembelian pesawat angkut Lockheed C-130B Hercules untuk AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) (Baca: Kedatangan Hercules dan Lahirnya Kesatuan Pengangkut Jarak Jauh). Selain sebagai satu langkah mengikuti perkembangan teknologi, GIA mengakusisi Electra juga untuk mengembangkan sayapnya lebih jauh, dengan targetnya adalah Tokyo.

Rute Jakarta-Tokyo lewat Hongkong atau Manila atau disebut Emerald Route, disiapkan tiga unit Electra untuk melayaninya. Dalam iklan yang dimuat di Harian Merdeka tanggal 5 Januari 1960, GIA mempromosikan bahwa pesawat akan tiba dan operasional pada akhir tahun 1960. Kenyataannya target itu meleset dan baru datang setahun kemudian (Baca: Electra, Pembuka Teknologi Turboprop di Indonesia).


Dipromosikan pula bahwa Electra merupakan pesawat propjet—istilah lama untuk mesin turboprop— tercepat di dunia. Kenyataannya memang demikian, kecepatan maksimal Electra mencapai 721 km/jam, lebih cepat dari pesaingnya yaitu Bristol Britannia (639 km/jam), Vickers Viscount (566 km/jam), dan Ilyushin Il-18 “Coot” (675 km/jam). Walaupun sempat mengalami serentetan musibah akibat kegagalan struktur, Electra terbukti menjadi pesawat penumpang turboprop bermesin empat yang cukup populer walaupun jumlah produksinya tidak sebanyak Viscount.

Peran Electra di GIA menurun setelah mendatangkan pesawat komersial bermesin jet Convair 990A Coronado pada tahun 1963 dan Douglas DC-8 pada tahun 1966. Electra hanya ditugaskan untuk melayani rute-rute domestik dan regional sampai dipensiunkan pada awal tahun 1970-an, dan digantikan oleh Fokker F27. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)