Baru-baru ini PAS (Pelita Air Service) atau juga disebut Pelita Air, melayani penerbangan berjadwal dengan menggunakan dua unit Airbus A320. Sebenarnya hal yang sama pernah dilakukan dua puluh tahun yang lalu.

Dengan mengusung nama AirVenture, Pelita Air menggunakan empat unit Fokker F100, dengan masih ditambah satu unit lagi. Karena Pelita Air merupakan maskapai carter maka AirVenture ini dapat disebut sebagai penerbangan carter berjadwal. Seperti yang dimuat di iklan kolom memanjang di Majalah Angkasa No.8 Mei 2002, Pelita Air melayani berbagai rute di Indonesia dari hub di Jakarta, Surabaya, dan Denpasar.

Saat itu memang lagi booming layanan penerbangan dan tumbuhnya maskapai-maskapai baru. Pelita Air ikut dalam tren ini dengan resiko harus menghadapi perang tarif. Layanan AirVenture tidak lama berlangsung dan Pelita Air kembali fokus ke penerbangan carter murni sekaligus mengembalikan Fokker F100 kepada lessor.


Saat ini Pelita Air terlibat dalam penerbangan berjadwal mengisi peran maskapai yang sudah bangkrut atau merger. Ditambah lagi maskapai besar seperti Garuda Indonesia dan Lion Air belum beroperasi maksimal pasca pandemi Covid 19. Kesempatan bagi Pelita Air untuk terjun kembali di bisnis ini dengan AOC (Air Operator Certificate) 121, apalagi sebagai anak perusahaan Pertamina, didukung penuh penyediaan bahan bakarnya lewat Pertamina Aviation sebagai komponen utama dalam industri penerbangan.

Dengan modal dua unit A320, berharap armada terus bertambah sampai sekitar 20 unit pesawat agar dapat menjangkau seluruh kota-kota besar utama di seluruh Indonesia bahkan ke regional luar negeri. Akankah Pelita Air sukses atau hanya berlangsung singkat seperti AirVenture? Di atas kertas, Pelita Air tampak sangat diuntungkan, namun persaingan industri penerbangan di Indonesia terbukti sangat kompetitif. Lagi-lagi hanya waktu dan kegigihan dalam berbisnis yang dapat menjawabnya. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)