Membuat pesawat kertas yang diperkenalkan pertama kali oleh Majalah Angkasa pada awal tahun 1990-an, cukup populer di kalangan pecinta dunia penerbangan. Menjadi hobi baru yang mudah dan murah meriah mengisi waktu luang.

Yang dimaksud membuat pesawat kertas di sini bukanlah membuat pesawat dari hasil melipat-lipat kertas lantas diterbangkan. Pesawat kertas yang dibuat dibentuk berdasarkan pola dan potongan tertentu yang digabungkan/dilem sehingga tampak mirip pesawat aslinya. Tentunya hanya sekedar pajangan, tidak untuk diterbangkan.

Dimulai dari rubrik Hoby di Majalah Angkasa No.8 Mei 1992, ditampilkan pola pesawat tempur era Perang Dunia I, Sopwith Camel. Pada dasarnya, untuk membuat, kita memfotokopi pola yang sudah disediakan dengan diperbesar dua kalinya, lantas ditempelkan di atas karton yang cukup tebal. Pola lantas digunting, setiap potongan pola dibentuk, direkatkan dengan lem sesuai instruksi. Setelah jadi, karena warnanya masih putih polos, diwarnai dengan menggunakan cat semprot.

Pola untuk membuat pesawat dari kertas berikut instruksi yang menyertainya. Pola ini biasanya diperbesar lewat mesin fotokopi agar mudah dibentuk.

Walaupun tergolong murah namun ada saja kendalanya, misalnya pada tahun 1990-an masih jarang penyedia jasa fotokopi, atau toko stationery yang menjual kertas BC/Brief Card, ditambah lagi harga cat semprot pylox juga cukup mahal. Akal-akalan dilakukan, mulai menjiplak menggunakan kertas biasa lalu ditempelkan di karton manila yang walaupun lebih tipis namun tersedia di mana-mana. Untuk mewarnai dapat menggunakan mulai dari pensil warna, crayon, bahkan spidol. Begitulah kreasi di tengah keterbatasan.

Sebagai informasi, bentuk keterampilan membentuk dari kertas ini sudah didapatkan sejak sekolah dasar, membuat bentuk rumah-rumahan atau bentuk tiga dimensi lainnya. Namun membuat pesawat kertas merupakan tingkatan lebih lanjut. Untungnya sudah disediakan polanya. Tapi lebih rumit jika ingin membuat sendiri, karena harus mengikuti bentuk dan skala aslinya, terutama lagi dibutuhkan referensi pandangan tiga sisi (three view drawing).

Dari Sopwith Camel, hadir berikutnya pesawat tempur McDonnell Douglas F-15 Eagle, lalu helikopter Bell UH-1B Huey, dan banyak model pesawat/helikopter lainnya. Pembaca Majalah Angkasa mulai mencoba-coba sendiri membuat pola pesawat kertas lantas mengirimkannya ke redaksi. Singkat kata hobi yang berawal dari hal sederhana ini semakin populer. Modeller pesawat kertas bermunculan! Untuk mengakomodasinya, Majalah Angkasa bahkan membuat perlombaan sampai beberapa kali melibatkan sponsor dari pihak TNI-AU (Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara). Terakhir hobi membuat pesawat kertas secara sepihak dinamakan Origami, sebuah istilah yang diambil dari seni melipat kertas dari Jepang, yang sebenarnya salah kaprah karena origami minim proses menggunting dan mengelem.

Pola pesawat kertas Sopwith Camel yang sudah jadi, dan sudah dicat dengan cat semprot. Selain itu Majalah Angkasa juga menyertakan sekilas profil tentang pesawat ini.

Sempat menerbitkan beberapa buku khusus berisikan kumpulan pola pesawat/helikopter terbaik yang pernah dipublikasikan, Origami pada akhirnya ada surutnya, pelan-pelan pembaca Majalah Angkasa memilih hobi baru seperti flight simulator, mengoleksi pesawat diecast, dan membangun model kit pesawat. Walaupun Origami hilang sama sekali dari Majalah Angkasa setelah bertahan lebih dari 10 tahun, hobi membuat pesawat dari kertas tidak serta merta ikut hilang, malah berkembang lebih lanjut.

Berkat kemajuan teknologi, cara manual dan trial and error dalam pembuatan pola pesawat kertas praktis berakhir, lebih mudah dibuat lewat komputer dengan bantuan software 3D seperti Blender atau Autodesk 3DMax, lalu dibentuk polanya dengan Pepakura Designer. Pola yang sudah jadi tinggal dicetak lewat printer atau digital printing. Tidak perlu repot lagi mengecat dengan pylox karena dengan software desain grafis seperti Adobe Photoshop atau Illustrator, pola sudah “dicat” dari awal. Tidak mau repot mendesain sendiri, sudah ada website yang menyediakan pola dan instruksi membuatnya, tinggal dicetak saja, ada yang gratis dan ada pula yang berbayar. Hasil akhir dari pesawat dari kertas setara kualitasnya dengan model pesawat yang terbuat dari fiberglass atau metal, semua itu tergantung dari keterampilan dan kerapihan dari modeller dalam menggunting, merakit, dan mengelem potongan pola. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)