Pada edisi bulan Januari 2004, majalah penerbangan Airliner World asal Inggris memuat liputan tentang industri penerbangan di Indonesia, bercirikan munculnya beraneka-ragam armada pesawat milik maskapai-maskapai baru dan masih diliputi semangat optimisme.
Situasi industri penerbangan Indonesia pada tahun itu mengingatkan kembali kepada kebijakan Multi Airlines System yang dicanangkan pada saat awal pemerintahan Orde Baru. Banyak maskapai baru yang berdiri seperti jamur di musim hujan, tapi bedanya kali ini benar-benar liberal. Tidak ada pembatasan dalam penentuan tarif, maskapai yang sudah lama berdiri ketar-ketir menghadapi pemain baru ini.
Ditambah lagi untuk mengejar target penumpang sebanyak-banyaknya, maskapai baru tersebut tidak ragu-ragu mengakusisi banyak pesawat walaupun dari tipe lama sekalipun, karena harga sewanya rendah. Karena itulah bandara-bandara besar di Indonesia tiba-tiba menjadi sarang burung-burung besi dari tipe Boeing 727 dan 737 Classic. Ada pula yang mengakusisi pesawat agak baru seperti McDonnell Douglas MD-80 Series atau Airbus A300/310. Sementara pemain lama seperti maskapai flag carrier Garuda Indonesia berusaha terus mengoperasikan pesawat baru walaupun pesawat lama seperti Douglas DC-10 telah dipensiunkan. Dalam liputan berjudul Indonesia’s Airlines ini, dituliskan pula dalam box ada 38 maskapai dan ditempatkan di berbagai hub di Indonesia.
Industri penerbangan Indonesia periode tahun 2003-2004, penuh warna-warni dan tumbuhnya maskapai baru yang umumnya didirikan oleh biro travel.
Maskapai-maskapai baru berusaha bersaing dengan pemain lama dengan menawarkan tarif lebih murah. Load factor naik menjadi 70%, tertinggi di Asia.
Patut diingat karena dimuat pada bulan Januari 2004, liputan industri penerbangan ini berdasarkan referensi dan data pada akhir tahun 2003. Dunia masih diselimuti haru biru pasca serangan teroris 9/11 terhadap WTC (World Trade Center). Sedangkan di Indonesia, Bom Bali I terjadi setahun yang lalu, dampaknya terhadap pariwisata dan kunjungan turis mancanegara memang belum terasa. Load factor penumpang masih 70%, paling tinggi se-Asia yang rata-rata 40%. Singkat kata industri penerbangan di Indonesia pada tahun 2003 dan awal tahun 2004 masih penuh optimisme. Menarik pula disebut bahwa Star Air yang saat itu baru mengoperasikan dua unit Boeing 737-200 berancang-ancang ingin mengembangkan sayapnya dengan mengakusisi Boeing 767-300ER dan Boeing 747-400 dengan target ke Cina, Hongkong, bahkan Amerika Serikat!
Airliner World sebagai salah satu majalah produksi Key Publishing, punya ciri khas menampilkan liputan secara umum, tidak terlalu mendalam. Kurang lebih formatnya seperti tabloid, serius dengan bersandarkan fakta dan data, namun tetap santai dengan bahasa yang mudah dipahami. Ditambah lagi dilengkapi foto-foto pesawat dari fotografer aviasi ternama membuat liputan ini cukup baik dijadikan referensi bagi para pecinta penerbangan sipil. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)