Sebagai bentuk apresiasi kerjasama yang terjalin sejak lama antara militer kedua negara, RSAF (Republic of Singapore Air Force) memberikan hibah 19 unit SIAI-Marchetti SF.260 kepada TNI-AU (Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara) tepat 20 tahun yang lalu.
Di tengah keterbatasan anggaran negara untuk membeli pesawat tambahan pasca krisis moneter tahun 1997/1998 dan lahirnya Orde Reformasi, hibah ini merupakan angin segar bagi TNI-AU. SF.260 buatan Italia ini merupakan pesawat latih dasar (basic trainer) berkonfigurasi kursi bersisian (side by side).
KSAU (Kepala Staf Angkatan Udara) Marsekal Chappy Hakim menerima secara resmi SF.260 dari KSAU Singapura di Hanggar Skadron 2.
KSAU Chappy Hakim dan KSAU Singapura dipotret bersama enam pilot TNI-AU yang dilatih oleh instruktur RSAF sebagai pilot SF.260.
SF.260 eks RSAF yang dihibahkan ke TNI-AU terdiri atas versi standar M dan versi serang darat W, dan menjadi armada tambahan di Skadron 2.
RSAF tidak sekedar memberikan pesawat, namun juga pelatihan pilot dan teknisi beserta dukungan suku cadang selama dua tahun ke depan. Pengiriman dilaksanakan dalam tiga kali pengambilan (batch) dari Seletar via Palembang menuju Pangkalan Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta. Batch pertama sampai ke Indonesia pada tanggal 2 Juli 2002, batch kedua pada tanggal 31 Oktober 2002, dan terakhir pada tanggal 9 Januari 2003.
SF.260 hibah RSAF terdiri atas dua versi, versi standar M (Military) dan versi W (Warrior) yang memiliki kemampuan serang darat, masing-masing 11 unit (diberi registrasi LK-2609 s/d 2619) dan delapan unit (LK-2601 s/d 2608). Walaupun tergolong satu kelas dengan AS.202 Bravo, SF.260 sendiri tergolong lebih tua, memperkuat RSAF pada tahun 1971 sementara TNI-AU mengoperasikan AS.202 Bravo pada tahun 1980 (Baca: Kedatangan AS202 Bravo). Selain itu secara performa lebih unggul SF.260 daripada AS.202 Bravo karena memiliki mesin yang lebih bertenaga dan roda yang dapat ditarik ke dalam (retractable landing gear).
Karena telah memiliki AS.202 Bravo, TNI-AU tidak menginginkan SF.260 sebagai LD (Latih Dasar), melainkan sebagai pesawat LK (Latih Khusus). Pesawat ini dioperasikan oleh Skadron 2 yang berkekuatan pesawat angkut Fokker F27 dan CN235, ditujukan untuk menambah jam terbang dan profisiensi bagi pilot dan instruktur sebelum bertugas di Skadik (Skadron Pendidikan). Selain Halim Perdanakusuma, SF.260 juga dioperasikan di Pangkalan Angkatan Udara Suryadarma, Subang yang merupakan basis pelatihan pilot helikopter.
Pilot-pilot SF.260 menyempatkan berfoto bersama dengan Komandan Wing I Halim Perdanakusuma sebelum melaksanakan latihan navigasi.
SF.260 diberi registrasi unik, yaitu LK (Latih Khusus) karena tugasnya sebagai pesawat latih bagi instruktur bukan kadet/siswa pilot.
Sering dijuluki Ferrari Udara karena performanya dalam hal kecepatan dan kelincahan bermanuver, TNI-AU beruntung sempat mengoperasikannya walaupun tidak terlalu lama.
Pengabdian SF.260 memang tidak terlalu lama, terlebih lagi TNI-AU tidak berniat untuk memperpanjang pengoperasian pesawat ini seiring dengan kedatangan pesawat latih yang lebih baru dan lebih canggih buatan Jerman, Grob G120 TP-A pada tahun 2013. SF.260 dihapus perlahan-lahan dari inventaris, ada yang diabadikan menjadi monumen dan ada pula yang disumbangkan ke sekolah dan kampus teknis sebagai alat bantu pendidikan dan praktikum. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)
singapura bebas untuk menguasai dan memanfaatkan wilayah udara dan penambangan pasir laut indonesia
SukaSuka
Siapa yang memberikan izin? Ya, pemerintah Indonesia. Singapura kasih uang, dapat pasir dan penguasaan wilayah udara.
SukaSuka