Indonesia menjadi tuan rumah KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) GNB (Gerakan Non Blok) untuk pertama kali yang berlangsung pada tanggal 1-6 September 1992. Berbagai macam tipe pesawat yang dibawa delegasi, memberikan warna-warni dan keunikan tersendiri.

Berawal dari KTT Asia Afrika pada tahun 1955, terbentuklah GNB sebagai kekuatan netral saat Perang Dingin. GNB melangsungkan konferensi setidaknya tiga tahun sekali, dimana konferensi ke-10 diselenggarakan di Indonesia sekaligus secara bergiliran mengangkat sekjen (sekretaris jenderal) GNB kepada Presiden Soeharto.

Jakarta menjadi tempat penyelenggaraan konferensi dengan Bandara Internasional Halim Perdanakusuma sebagai pintu gerbang kedatangan sebanyak 23 delegasi. Tak pelak berbagai macam pesawat yang membawa delegasi menjadi tontonan menarik, apalagi latar belakang negara-negara Non-Blok beraneka ragam.

Warna-warni-Pesawat-Delegasi-KTT-GNB-Ke-10-1Delegasi KTT GNB Ke-10 dari negara-negara Teluk umumnya terbang ke Jakarta dengan pesawat jet eksekutif seperti Qatar dengan Falcon 900.

Warna-warni-Pesawat-Delegasi-KTT-GNB-Ke-10-2Selain Gulfstream II, emir dan delegasi Kuwait terbang ke Jakarta dengan Boeing 747 Jumbo Jet, di bagian depan badan dihiasi kalimat, “Don’t Forget Our POW”, mengingatkan pengembalian tawanan perang yang belum usai pasca Perang Teluk.

Warna-warni-Pesawat-Delegasi-KTT-GNB-Ke-10-3Sultan Brunei membawa pesawat eksekutif dari tipe badan lebar, Airbus A310. Pastinya kabinnya selain sangat luas didesain sangat mewah mengingat Brunei adalah negara terkaya di Asia Tenggara.

Negara-negara di Timur Tengah seperti Qatar dan Irak menggunakan pesawat eksekutif Falcon 900, Oman menerbangkan Gulfstream tipe terbaru, Gulfstream IV, sedangkan Kuwait memilih tipe lebih lama Gulfstream II, selain menggunakan pesawat Jumbo Jet, Boeing 747 yang dihiasi kalimat “Don’t Forget Our POW” sebagai pengingat Perang Teluk yang berlangsung setahun lalu. Selain negara-negara Teluk, yang menggunakan pesawat eksekutif adalah Namibia dan Malaysia dengan Falcon 900 dan Botswana menerbangkan Gulfstream IV.

Negara terkaya di Asia Tenggara, Brunei Darusalam menggunakan Airbus A310, pesawat badan lebar yang didesain sebagai pesawat eksekutif nan mewah. Sedangkan delegasi dari negara-negara Asia Barat menggunakan pesawat tipe Boeing 707, 727, 737, 747, Airbus A310, dan Douglas DC-10. Negara-negara yang dekat dengan Blok Timur mengunakan produk Tupolev, seperti Afganistan dengan Tu-154 dan Vietnam membawa Tu-134B. Umumnya mereka menggunakan pesawat dari flag carrier masing-masing.

Yang paling unik di antara semuanya adalah pesawat yang membawa pemimpin karismatik PLO (Palestinian Liberation Organization), Yasser Arafat. Semula kedatangannya diragukan mengingat banyak ancaman pembunuhan terhadap dirinya, namun sehari setelah pembukaan, Arafat mendarat di Halim Perdanakusuma secara diam-diam dengan menggunakan pesawat jet eksekutif yang cukup antik, Lockheed Jetstar II milik Air Algerie.

Warna-warni-Pesawat-Delegasi-KTT-GNB-Ke-10-4

Negara-negara Indocina seperti Vietnam mengirimkan delegasi KTT GNB Ke-10 dengan pesawat komersial buatan Rusia yaitu Tupolev Tu-134B.

Warna-warni-Pesawat-Delegasi-KTT-GNB-Ke-10-5 Presiden PLO Yasser Arafat terbang ke Jakarta dengan pesawat jet eksekutif antik, Lockheed Jetstar II. Semula diragukan kedatangannya, namun dia beserta delegasi Palestina tiba sehari setelah pembukaan KTT.

Warna-warni-Pesawat-Delegasi-KTT-GNB-Ke-10-6Selain pasukan pengamanan bandara, TNI-AU menyiapkan satu flight pesawat tempur untuk antisipasi keamanan di udara saat berlangsungnya KTT. Ditambah pula dua unit helikopter untuk dukungan SAR.

TNI-AU (Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara) sebagai instansi militer yang bertanggungjawab terhadap keamanan pesawat-pesawat milik delegasi termasuk rombongannya, selain menyiapkan personil Paskhas (Pasukan Khas) di Halim Perdanakusuma, juga menyiapkan unsur buru sergap di bawah koordinasi Komando Sektor Operasi Pertahanan Udara I, yaitu tiga unit Northrop F-5E/F Tiger II dari Skadron 14, selain masing-masing satu unit helikopter tipe Aérospatiale SA330 Puma dan Sikorsky S-58T Twin Pack dari Skadron 8 sebagai unsur SAR (Search & Rescue).

Pertemuan KTT GNB ke-10 berlangsung lancar dan aman, menghasilkan keputusan yang disebut sebagai Pesan Jakarta (Jakarta Message) berisikan pembentukan tatanan dunia baru yang lebih baik pasca berakhirnya Perang Dingin. Beberapa poin-poin penting dari Pesan Jakarta adalah meningkatan kerja sama politik, meningkatan kerja sama dalam bidang produksi, industri, dan pertanian, meningkatan perdamaian dan stabilitas keamanan di negara-negara berkembang, dan mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan perkembangan kebudayaan. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)