Pada tanggal 4 Februari 1994, tepat 30 tahun lalu tuntas sudah pelaksanaan penerbangan napak tilas Douglas C-47/DC-3 “Seulawah”, berangkat dari Bandara Adisucipto, Yogyakarta menuju Yangon (Rangoon) dan kembali pulang ke Bandara Internasional Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Penerbangan ini merupakan bagian dari perayaan HUT (Hari Ulang Tahun) Garuda Indonesia ke-45—versi Wiweko Soepono—dan sudah dipersiapkan sekitar setahun sebelumnya. Karena pesawat yang asli dianggap hilang, tidak diketahui di mana sisa-sisanya, maka dengan bermodalkan Dakota milik FASI (Federasi Aerosport Indonesia) beregistrasi AF4775 dijadikan pesawat “Seulawah”.

MMF (Merpati Maintenance Facility) yang berkedudukan di Surabaya, bertanggungjawab dalam pelaksanaan perbaikan besar-besaran (major overhaul) termasuk mengecat dengan livery Indonesian Airways. Dalam pelaksanaannya, biaya perbaikan dan modifikasi memakan biaya setengah miliar rupiah, ditanggung oleh sponsor dari Garuda Indonesia, MNA (Merpati Nusantara Airlines), PT. Kemasindo Aerotama, PT. Buana Tech., McDonnell Douglas, dan Pratt & Whitney.

Penerbangan-Napak-Tilas-Seulawah-1MMF bertanggungjawab dalam pelaksanaan major overhaul, mengecat dengan livery Indonesian Airways, dan pemasangan avionik modern.

Penerbangan-Napak-Tilas-Seulawah-2Aslinya tidak terpasang radar cuaca, namun “Seulawah” replika memiliki radar cuaca untuk memenuhi aturan keamanan dan keselamatan terbang.

Modifikasi “Seulawah” replika ini tidak hanya penataan interior dan eksterior, namun juga meliputi avionik modern—termasuk memasang GPS (Global Positioning System)—agar memenuhi peraturan keamanan dan keselamatan terbang. Interiornya dipasang kursi pesawat layaknya DC-9, berkonfigurasi 2-1 untuk 20 penumpang. Roll-out dilaksanakan pada tanggal 15 Januari dengan pengerjaan selama 45 hari, diuji terbang, lalu diterbangkan ke Yogyakarta tiga hari kemudian untuk diserahterimakan secara resmi kepada Garuda Indonesia.

Dari Yogyakarta. “Seulawah” lepas landas dan mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang sebagai kado HUT, dipamerkan bersama-sama Boeing 747-400 yang baru saja dibeli oleh Garuda Indonesia (Baca: Jumbo Jet Generasi Terbaru Perkuat Garuda Indonesia). Dari sana, “Seulawah” terbang melewati rute nampak tilas yang dilakukan 30 tahun sebelumnya yaitu: Jambi-Pekanbaru-Medan-Aceh-Calcutta-Rangoon.

Penerbangan-Napak-Tilas-Seulawah-4Penerbangan napak tilas “Seulawah” sempat mengalami gangguan mesin. Namun teknisi pendukung selalu siap sehingga penerbangan terus dilanjutkan.

Pesawat diterbangkan oleh empat captain: Capt. Henry J.J. Sumolang, Capt. M. Rafdi Samin (Direktur Teknik MNA), Kolonel Pnb. (Penerbang) Prasetya dan Bambang Risharyanto (keduanya pilot TNI-AU/Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara), dengan awak kabin pramugari senior, Dianty Poetranto dan Henny H. Mulyaningsih. Penumpangnya sendiri terdiri atas Direktur Pemasaran Garuda Indonesia, Totok Sugiarto, perwakilan dari Indosat, Widya Purnama, Komisi V DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), Drs. H. Loekman, General dan Station Manager Bangkok, R.S. Ritonga dan Johansyah, dan Dudi Sudibyo wartawan Kompas/Angkasa.

Perjalanan napak tilas ini selalu disambut meriah di setiap bandara yang disinggahi. Perjalanan dari Jambi-Pekanbaru-Medan berjalan lancar namun saat menuju Blang Bintang terjadi gangguan mesin, memaksa pesawat kembali ke Bandara Polonia untuk diperbaiki. Perjalanan diteruskan kembali dan “Selawah” mendarat dengan selamat di Aceh. Di Blang Bintang,  “Seulawah” di-tepung tawari layaknya pejuang yang berangkat ke medan perang. Masih di Aceh karena sangat terkait dengan sejarah “Seulawah” itu sendiri, tiga orang dari anggota Gasida (Gabungan Saudagar Daerah Aceh) yang masih hidup yaitu H.M. Juned Yusuf, H. Zainal Abidin, dan H. Abdul Hasan ikut menyambut dengan rasa bangga.

Pada tanggal 28 Januari, “Seulawah” lepas landas dari bumi Serambi Mekkah menuju Bangkok, Thailand lewat Phuket untuk mengisi bahan bakar dengan dikawal oleh pesawat pendukung buatan IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara) CN235 beregistrasi PK-MNP milik MNA (Merpati Nusantara Airlines). Dari Bangkok akhirnya “Seulawah” mendarat di Bandara Internasional Yangoon, Myanmar.

Penerbangan-Napak-Tilas-Seulawah-5“Seulawah” bertemu dengan RI-007 “Djakarta”. Beda dengan “Seulawah”, “Djakarta” merupakan pesawat asli, diberikan sebagai ucapan terimakasih kepada pemerintah Myanmar terhadap dukungan kemerdekaan Indonesia.

Di Myanmar, kedatangan “Seulawah” mendapat sambutan luar biasa dan diberikan upacara kehormatan. Menteri negara Myanmar, duta besar dan atase militer Republik Indonesia beserta tamu dan warga menyambut kedatangan penerbangan napak tilas ini. Media setempat baik cetak maupun televisi juga memberitakan kedatangannya. Berikutnya seluruh kru dan penumpang diundang makan malam oleh Menteri Transportasi Letnan Jenderal Thein Wein yang juga merangkap sebagai KSAU (Kepala Staf Angkatan Udara) Myanmar.

Yang menarik saat di Myanmar, “Seulawah” bertemu dengan saudaranya RI-007 “Djakarta” yang merupakan pesawat seperjuangan saat beroperasi dulu. Sejarahnya pesawat ini dibeli dengan menyisihkan sebagai uang dari usaha “Seulawah” saat disewa oleh militer Myanmar. Saat pengakuan kedaulatan dan operasional Indonesian Airways dihentikan, “Djakarta” diberikan secara cuma-cuma kepada pemerintah Myanmar sebagai ucapan terimakasih atas dukungan perjuangan terhadap kemerdekaan Indonesia.

Beda dengan “Seulawah”, “Djakarta” merupakan pesawat asli bukan replika, dirawat dengan baik, walaupun sudah tidak laik terbang. Ada keinginan dari otoritas penerbangan Myanmar agar dapat menerbangkan kembali “Djakarta” dengan bantuan MMF, namun ternyata rencana tinggal rencana, dan akhirnya pesawat ini disimpan dan menjadi koleksi museum.

Penerbangan-Napak-Tilas-Seulawah-6Salah satu PIC (Pilot In Command) penerbangan napak tilas “Seulawah”, Kolonel Penerbang Prasetya, Kadisops (Kepala Dinas Operasi) Halim, pengalaman sebagai pilot Hercules TNI-AU.

(Dari kiri ke kanan) Pilot Capt. M. Rafdi Samin (Direktur Teknik MNA), Capt. Henry J.J. Sumolang (Pilot Garuda Indonesia), purser Ny. Dianty Poetranto bersama suami.

Myanmar merupakan tujuan utama dari penerbangan napak tilas, pada tanggal 2 Februari, “Seulawah” pulang ke tanah air, terbang menuju Jakarta dengan persinggahan di Bangkok, Medan, dan Palembang. Pada tanggal 4 Februari, “Seulawah” mendarat di Bandara Halim Perdanakusuma. Total penerbangan napak tilas ini membutuhkan waktu total 40 jam terbang dengan bahan bakar yang dihabiskan mencapai 360 US Gallon atau 1.362 liter.

Setelah penerbangan napak tilas, “Seulawah” dikembalikan ke FASI dan terus dioperasikan untuk menunjang olahraga dirgantara sampai akhirnya dipensiunkan dan menjadi monumen di Pangkalan Angkatan Udara Halim Perdanakusuma. (Aviahistoria, Sejarah Penerbangan Indonesia)