Garuda Cargo sebagai anak perusahaan Garuda Indonesia sempat mengoperasikan pesawat khusus kargo (freighter) dari tipe Boeing 737-200C untuk menunjang dan menjaring lebih baik bisnis pengiriman barang khususnya dari Indonesia bagian timur.

Sebenarnya Garuda Indonesia pernah memiliki pesawat khusus kargo yaitu dari tipe Douglas C-47 (varian kargo dari DC-3 Dakota) saat masih bernama GIA (Garuda Indonesian Airways). Namun membangun bisnis kargo dan logistik hanya merupakan bisnis sampingan dari bisnis utamanya mengangkut penumpang. Walaupun telah mendirikan anak perusahaan khusus kargo bernama Garuda Cargo, Garuda Indonesia tidak pernah memiliki pesawat khusus kargo. Seluruh pengiriman kargo memanfaatkan kabin barang di bawah pesawat yang sehari-harinya digunakan untuk mengangkut penumpang.

Sampai akhirnya diputuskan mendatangkan pesawat khusus kargo, Boeing 737-200C beregistrasi 9M-PMQ yang disewa dari perusahaan carter asal Malaysia, TransMile Air Services pada tahun 1996. Pesawat ini dioperasikan tidak lain untuk meningkatkan kapasitas kargo. Dari sisi tipe cukup unik karena ini adalah versi -200, sementara Garuda Indonesia sendiri pada waktu itu mengoperasikan versi -300 dan -400. Versi -200 malah lebih banyak digunakan oleh maskapai swasta seperti Sempati Air dan Bouraq Airlines.

Pesawat ini memulai operasionalnya pada tanggal 27 Oktober 1996, lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno Hatta menju Makassar lalu lanjut ke Manado pp. Prioritas memang ditujukan ke Indonesia bagian timur, potensi industrinya khususnya perikanan sangat menjanjikan untuk ekspor. Berikutnya pesawat dengan kemampuan angkut kargo sampai 16 ton ini akan dipusatkan di Surabaya sebagai hub utamanya.

Pengabdian-Singkat Boeing-737-200C-Garuda-Cargo-1
Garuda Indonesia sempat mengoperasikan dua unit Boeing 737-200C untuk Garuda Cargo sebanyak dua unit pada akhir tahun 1996, disewa dari TransMile Air Services.

Pengabdian-Singkat Boeing-737-200C-Garuda-Cargo-2Upacara pengoperasian pesawat khusus kargo ini di Bandara Internasional Soekarno-Hatta ditandai dengan pemecahan kendi berisi air oleh Direktur Niaga Garuda Indonesia, Sudarso Kaderi.

Pengabdian-Singkat Boeing-737-200C-Garuda-Cargo-3Kargo dapat diangkut ke dalam ruang kargo atas (yang biasanya dipakai untuk mengangkut penumpang) melewati pintu besar di samping kiri depan pesawat. 

Pengabdian-Singkat Boeing-737-200C-Garuda-Cargo-4Skema Boeing 737-200C. Untuk kargo atas dapat memuat palet berukuran 1,22 m x 1,29 m, sedangkan bagian bawah palet berukuran 1,22 m x 1,22 m (atas). Ciri khas pesawat khusus kargo ini memiliki pintu besar di sebelah kiri depan pesawat (C), sedangkan pintu penumpang depan kiri-kanan (A dan B), pintu penumpang belakang kiri-kanan (D dan E) serta pintu kargo bawah pesawat (F dan G) merupakan fitur standar Boeing 737-200.

Pengabdian-Singkat-Boeing-737-200C-Garuda-Cargo-59M-PMQ (atas) dan 9M-PMM atau PK-GWR (bawah), dua unit Boeing 737-200C andalan Garuda Cargo yang dioperasikan periode tahun 1996-1998 atau hanya dua tahun.

Keberadaan pesawat khusus kargo ini merupakan perwujudan kebijakan ekonomi pemerintahan Orde Baru yang ingin mengalihkan ekspor migas (minyak dan gas) ke non-migas khususnya di sektor agroindustri/agrobisnis. Maskapai lain yang mengoperasikan pesawat khusus kargo adalah MNA (Merpati Nusantara Airlines), menggunakan Fokker F27 dan Boeing 707 (Baca : Boeing 707 Merpati Cargo, Cara MNA Berbisnis Kargo Udara Internasional). Fokker F27 digunakan untuk mengangkut kargo dari Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara, menuju Surabaya, sedangkan Boeing 707 menjadi penyambungnya ke Indonesia bagian Barat dan ke luar negeri.

Hal yang sama juga dilakukan Garuda Cargo, setelah mengoperasikan pesawat sejenis kedua (9M-PMM yang nantinya beregistrasi Indonesia menjadi PK-GWR) pada bulan November 1996, akan mendatangkan pula satu unit Boeing 747-200C dengan tujuan luar negeri ke Singapura, Timur Tengah, dan Eropa dari Jakarta. Namun sayangnya upaya Garuda Cargo sepertinya tidak terlalu berhasil, saingannya khususnya maskapai dari luar negeri seperti Singapore Airlines dan KLM (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij) terlalu kuat baik dari sisi kuantiatas dan kualitas armada maupun jaringan pemasaran kargonya. Dipukul lagi dengan krisis moneter 1997/1998 memaksa Garuda Indonesia merestrukturisasi armadanya. Kedua Boeing 737-200C ini dikembalikan ke TransMile Air Services setelah menyelesaikan kontrak sewa selama dua tahun. Singkat sekali masa pengoperasiannya dan Garuda Cargo kembali menebeng usaha pengiriman barang di pesawat penumpang.

Walaupun demikian keinginan Garuda Indonesia/Garuda Cargo untuk mengoperasikan pesawat khusus kargo masih ada seiring menurunnya jumlah penumpang. Periode tahun 2018-2019, Garuda Indonesia bersama anak perusahaannya, Citilink mengoperasikan lima unit pesawat dari tipe Boeing 737-300, 737-500, 737-800, dan Airbus A330 yang dikonversi oleh GMF (Garuda Maintenance Facility) dari pesawat penumpang. Rencana pada tahun 2020, Garuda Indonesia total akan mengoperasikan 11 unit pesawat. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)