Sebelum memasuki tahun 1984 tepatnya tanggal 30 Desember 1983, CN235 Tetuko buatan IPTN (Industri Pesawat Terbang Nurtanio) sukses terbang untuk pertama kalinya dari Bandara Husein Sastranegara, Bandung.

Bulan sebelumnya tepatnya pada tanggal 11 November, CN235 Infinta Elena buatan CASA (Construcciones Aeronáuticas SA) juga terbang dengan sukses tanpa hambatan yang berarti. Penerbangan perdana dari kedua prototipe ini semakin meyakinkan Airtech (Aircraft Technology) International, perusahaan gabungan CASA-IPTN bahwa proyek CN235 akan berjalan lancar.

Saat uji terbang itu, dengan desain sayap atas (high wing) , CN235 terbukti sebagai pesawat yang mudah diterbangkan. Sertifkasi dari Spanyol dan Indonesia masing-masing diperoleh dua tahun kemudian, termasuk dari FAA (Federal Aviation Administration) yang memungkinkan CN235 dijual ke Amerika Serikat.

CN235-Penerbangan-Perdana-1CN235 buatan Spanyol, Infanta Elena/Prinair mengangkasa di atas Getafe pada tanggal 11 November 1983 diikuti pesawat latih jet CASA Aviojet sebagai chaser.

CN235-Penerbangan-Perdana-2Pagi hari pada tanggal 30 Desember 1983, Tetuko, CN235 versi Indonesia lepas landas untuk pertama kalinya di atas Bandung, ditemani C-212 Aviocar sebagai chaser.

Dalam perencanaannya kedua pabrik masing-masing membangun 15 unit pesawat produksi pertama (CN235-10), lalu dibuat versi pengembangan berikutnya pada akhir tahun 1980-an, -100 versi CASA, -110 versi IPTN, dengan memfokuskan pada pengurangan bobot lewat aplikasikan komponen komposit serta memasang mesin turboprop yang lebih bertenaga General Electric CT7-9C. Setelah itu kedua pabrik membuat seri dan versinya masing-masing pada awal tahun 1990-an, CASA dengan CN235-200 dan -300 dan IPTN dengan -220 dan 330.

CN235 dirancang sebagai pesawat angkut yang dapat dipakai untuk kepentingan militer maupun komersial. Namun di sektor sipil, fitur ramp door menambah berat sehingga mengurangi jumlah penumpang, membuatnya kalah bersaing dengan pesawat sekelasnya seperti tipe Fokker F50 dan ATR 42/72. CASA memang berhasil menjual beberapa CN235-10 kepada flag carrier Spanyol, Iberia dan anak perusahaannya, namun  dipensiunkan pada tahun 1997 setelah operasional selama sewindu.

Tidak jauh berbeda dengan IPTN, berhasil menjual 15 unit kepada MNA (Merpati Nusantara Airlines) sebagai launch customer, sekaligus menjadikannya sebagai operator sipil terbesar CN235, satu demi satu mengakhiri operasionalnya setelah krisis moneter melanda Indonesia. Selain dinilai tidak efisien, permainan dari tangan kekuasaan Orde Baru waktu itu membuat biaya sewa dan operasionalnya mencekik keuangan MNA.

CN235-Penerbangan-Perdana-3Produksi CN235 di pabrik IPTN. Sebanyak 15 unit sebagai produksi pertama atau seri -10 dijual seluruhnya ke MNA pada tahun 1988.

CN235-Penerbangan-Perdana-4Material CN235 skala penuh dites di Laboratorium Uji Konstruksi milik Puspitek (Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) di Serpong, Tangerang.

CN235-Roll-Out-Perdana-7Cuplikan artikel Majalah Aviation Week & Space Technology edisi Januari 1984, tentang penerbangan perdana CN235 buatan Indonesia.

Sedangkan di sektor militer, CN235 berjaya. Fitur ramp door membuatnya menjadi pesawat angkut yang fleksibel. Dapat diubah menjadi pesawat angkut barang dan pasukan, ditambah lagi CN235 sukses menjadi platform pesawat intai maritim. CASA berhasil menjual CN235 versi militer kepada Spanyol, Perancis, Turki, dsb. Sedangkan IPTN yang sejak Orde Reformasi berubah nama menjadi Dirgantara Indonesia, selain TNI-AU (Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara) dan TNI-AL (Angkatan Laut), CN235 diandalkan oleh Angkatan Udara Diraja Malaysia, ROKAF (Republic of Korea Air Force), dsb.

Saat ini CASA yang bergabung dengan Airbus Military, membuat derivatif lebih baik dari CN235 yaitu C295, kapasitas lebih besar dengan ditunjang mesin yang jauh lebih bertenaga, sekaligus avionik lebih canggih dari sebelumnya. Perannya sebagai pesawat angkut taktis mendampingi pesawat angkut strategis generasi baru, Airbus A400M Atlas dan Lockheed C-130J Super Hercules. Selama perjalanan hidupnya, CN235 dan C295 sepertinya ditakdirkan lebih sukses sebagai pesawat angkut militer daripada sipil. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)