Payung udara atau parasut menjadi alat penyelamat bagi pilot LA (Luchtvaartafdeling) saat menghadapi keadaan darurat di pesawat.
Era 1920-an, semua pesawat yang dimiliki LA bermesin tunggal, bila terjadi kerusakan mesin akan berakibat fatal, kehilangan pesawat sekaligus kru yang mengawakinya. Ditambah lagi wilayah Hindia Belanda cenderung berkontur, tidak rata, dan bergunung-gunung sehingga tidak aman untuk pendaratan darurat.
Oleh karena itulah petinggi LA memutuskan mendirikan Bagian Payung Udara pada tahun 1926 yang dipimpin oleh Letnan Penerbang Van Lent. Setelah diteliti dari beberapa jenis payung udara yang ada seperti merk Smitlik, Rebur, Fricengle, dan Irvin. Pilihan jatuh kepada yang terakhir, pertimbangannya karena merupakan merk terkenal, berkualitas tinggi, dan teraman. Awalnya LA membeli delapan unit payung udara Irvin untuk evaluasi.
Pengujian pertama kali dilakukan dengan boneka berbobot 75 kg dan payung udara berdiameter 7,3 m (24 kaki) ini mengembang dan berfungsi dengan sempurna. Tapi ini adalah pengujian dengan boneka, bukan oleh pilot atau orang sesungguhnya.
Letnan Muda Penerbang Oonicx akhirnya mengajukan diri menjadi sukarelawan pertama. Terbang dengan menggunakan pesawat intai berkursi ganda Fokker C.IV dan dengan modifikasi memasang tangga di luar badan pesawatnya, Oonicx dengan menggunakan payung udara Irvin jenis duduk berdiameter 8,5 m (28 kaki) dengan cadangan berdiameter 6,7 m (22 kaki) berhasil dengan sukses terjun di atas lapangan terbang Kalijati, Jawa Barat pada tanggal 29 Desember 1930. Peristiwa ini tercatat sebagai penggunaan payung udara pertama kali di Hindia Belanda.
Setelah Oonicx, LA lantas mengadakan uji coba lagi sebanyak empat kali pada periode Januari-Februari 1931. Semua berlangsung sukses dan menggunakan payung udara utama tanpa gagal sama sekali dengan menggunakan payung udara cadangan. Namun dua uji coba terakhir mengakibatkan beberapa pilot mengalami cidera kaki.
Detik-detik Letnan Muda Penerbang Oonicx meloncat terjun dengan payung udara dari Fokker C.IV FC-405 di atas Kalijati. Peristiwa ini tercatat sebagai penggunaan payung udara pertama kali di Hindia Belanda.
Dinas Kesehatan LA mendesak untuk menghentikan uji coba ini karena takut akan berkurangnya jumlah pilot. Lagipula dari beberapa percobaan ini sudah cukup membuktikan keandalan Irvin. Waktu itu Bagian Payung Udara memiliki kurang lebih 350 unit dan ditempatkan di bangunan khusus di Kalijati yang sebenarnya sanggup menampung sampai 1.000 unit payung udara dari sutra jenis Irvin.
Payung udara Irvin memang benar-benar penyelamat nyawa. Siswa penerbang Letnan Van Velthoven menjadi yang pertama menyelamatkan diri dari pesawat dalam keadaan darurat, pesawatnya Avro 504 menjadi tidak terkendali setelah melaksanakan latihan terbang aerobatik pada tanggal 13 Maret 1934. Dua tahun kemudian, dua pesawat Curtiss P-6 Hawk (Baca : Curtiss P-6 Hawk : Pesawat Tempur Andalan LA-KNIL) bertabrakan di udara, hanya satu pilot yang selamat dan berhasil terjun yaitu Letnan Van Helsdingen sedangkan Letnan Diepering tewas. Pada tanggal 18 Desember 1936, lagi-lagi melibatkan kecelakan terbang Avro 504 yang sedang latihan aerobatik, untungnya siswa penerbang Sersan De Lyon selamat dengan payung udara.
Letnan Penerbang Oostinden menjadi pilot yang memiliki nyawa rangkap, berhasil menyelamatkan diri terjun dengan payung udara sebanyak dua kali ! Yang pertama terjadi pada tanggal 19 Mei 1937, pesawat Fokker C.V yang diterbangkannya mengalami gangguan mesin saat hendak mendarat di Andir, Bandung. Tahun berikutnya tanggal 8 Agustus, akibat tabrakan dengan pesawat lainnya, dia berhasil menyelamatkan diri walaupun ketinggiannya kurang dari 200 m !
Terakhir pada tanggal 24 Januari 1939, Fokker C.X mengalami gangguan mesin, penumpangnya sekaligus juru mesin Den Hollander menyelamatkan diri dengan payung udara atas perintah pilot Letnan Korff walaupun dia sendiri tewas.
Setelah itu LA melaksanakan organisasi ulang menjadi ML (Militaire Luchtvaart). Banyak pilot dan awak pesawat yang terselamatkan berkat payung udara ini saat bertempur melawan Jepang saat pecah Perang Pasifik. Tercatat Budiardjo menjadi orang pribumi pertama yang berhasil menggunakan payung udara untuk menyelamatkan diri. Saat itu dia menjadi radio operator/penembak pesawat pembom Glenn Martin dan menjadi mangsa empuk pesawat tempur Jepang. Budiardjo lolos dari maut setelah berhasil keluar lewat pintu ruang bom karena pintu daruratnya terlalu sempit untuk dilaluinya berikut payung udaranya !
Walaupun sayangnya potensi payung udara atau parasut di Hindia Belanda ini hanya sebagai penyelamat pilot bukan dikembangkan lebih lanjut menjadi pasukan lintas udara. Baru nanti setelah Jepang menyerah, potensi itu dikembangkan dan dipraktekkan oleh ML saat Agresi Militer Belanda I dan II. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)