Unit ini nyaris tenggelam di antara gelegar skadron-skadron TNI-AU (Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara) lainnya, kenyataannya armada pesawat milik Satud Tani (Satuan Udara Tani) telah lama membantu pemerintah, menghadapi serangan hama dan wabah penyakit di seluruh wilayah Indonesia.

Usaha melaksanakan penyemprotan hama dari udara dengan menggunakan pesawat sebenarnya sudah terpikirkan sejak awal tahun 1960-an. Nurtanio membangun pesawat ringan Gelatik, lisensi PZL-104 Wilga (Baca: Gelatik, Tahap Awal Produksi Pesawat Terbang di Indonesia) sekaligus mengimpor pula alat penyemprot hama dari Polandia. Dibentuk pula flight Gelatik (empat pesawat) sebagai perintis skadron pertanian. Selain untuk penyemprotan hama, unit ini dapat digunakan untuk menebar pupuk dan memberantas wabah penyakit seperti malaria.

Sayangnya alat buatan Polandia itu tergolong primitif, hanya berupa silinder sepanjang 50 cm, berdiameter 10 cm, dan dengan lubang sebesar ujung korek api sebanyak empat buah. Jika ingin digunakan, tabung-tabung itu dipasang di bawah sayap, empat di kanan, empat di kiri terhubung dengan pipa yang mengalirkan cairan pestisida dari tabung fiberglass bervolume 200 dan 300 liter. Karena Gelatik memiliki kapasitas angkut terbatas, penyemprotan hanya berlangsung lima menit dan lubangnya dinilai terlalu besar sehingga tidak efektif untuk lahan pertanian/perkebunan yang luas.

Satud-Tani-Perangi-Hama-dan-Wabah-1PZL-104 Gelatik terbang rendah di atas pematang sawah, menyemprotkan pestisida. Terbang rendah seperti ini besar resiko kecelakaannya, namun inilah tugas Satud Tani.

Satud-Tani-Perangi-Hama-dan-Wabah-2Gelatik dipotret dari pesawat Satud Tani lainnya. Tipe pesawat ini tidak dioperasikan lama di Satud Tani karena kapasitas angkutnya kecil, lantas dihibahkan ke FASI.

Di Barat alat penyemprotnya sudah menggunakan sprayer boom. Secara konsep sama dengan alat buatan Polandia, namun lubang-lubangnya dapat diatur diameternya sehingga tetesan (droplet) dapat lebih halus (seukuran mikron) dan jatuhnya lebih merata. Ditambah lagi tenaga listriknya tidak mengandalkan dari pesawat melainkan dari generator kecil yang digerakan oleh baling-baling. Mengubah tekanan semprotan tinggal diubah sudut baling-baling terhadap arah angin. Lebih efisien, alat inilah yang akhirnya dipakai pada tahun 1968.

Pembangunan industri pertanian saat pemerintah Orde Baru berkuasa pada akhir tahun 1960-an, dengan tujuan akhir swasembada pangan justru meningkatkan serangan hama di hampir setiap provinsi penghasil beras dan perkebunan rakyat. Untuk mengatasinya didatangkan perusahaan penerbangan pertanian Ciba-Geigy milik pabrik pesawat Pilatus. Dengan alat lebih canggih daripada sprayer boom yaitu micronair, perusahaan asal Swiss ini malang melintang mengatasi hama selama dua tahun di Indonesia.

Saat perusahaan itu bekerja, TNI-AU dan pemerintah lewat Departemen Pertanian menyerap ilmu dan teknik penyemprotan dari mereka. Diputuskan bahwa hal itu bisa dilakukan sendiri, cukup membeli peralatannya saja. Maka dibuatlah Inpres (Instruksi Presiden) No.5 tahun 1970, tanggal 21 Februari yang berisikan pemanfaatan pesawat-pesawat TNI-AU untuk tugas pertanian dan perkebunan. Dari dasar hukum ini pada tanggal 16 Juni 1971 lahir Satud Tani lewat Surat Keputusan Bersama Menhankam/Pangab (Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) dan Menteri Pertanian No.KEP/B/31/VI/1971.258/Kpts/Um/6/1971 .

Satud-Tani-Perangi-Hama-dan-Wabah-3Cessna 188 Ag Truck dimiliki lima unit oleh Satud Tani, didesain khusus sebagai pesawat pertanian, bersayap rendah dan kokpit tinggi sehingga pilot dapat melihat ke segala arah.

Satud-Tani-Perangi-Hama-dan-Wabah-4Detail dari spray boom yang dipasang di sayap Ag Truck. Dapat diatur tekanan dan ukuran tetesan (50-100 mikron) yang diinginkan.

Satud-Tani-Perangi-Hama-dan-Wabah-5Pilatus PC-6 B2-H2 Turbo-Porter dimiliki Satud Tani sebanyak lima unit. Dengan desain high wing, tidak cocok sebagai pesawat pertanian, namun kapasitas angkutnya besar dan fleksibel, dapat digunakan untuk tugas-tugas non-pertanian.

Satud Tani yang awalnya berkekuatan empat Gelatik, ditambah menjadi empat unit Cessna 188 Ag Truck yang memang didesain dari awal sebagai pesawat pertanian (agricultural aircraft). Beberapa tahun kemudian didatangkan lima unit Pilatus PC-6 B2-H2 Turbo-Porter untuk menggantikan Gelatik yang dihibahkan kepada FASI (Federasi Aero Sport Indonesia) pada akhir tahun 1970-an. Dengan kekuatan sebanyak 20 orang personil dan bermarkas di Kalijati (Pangkalan Angkatan Udara Suryadi Suryadarma), lengkaplah sudah eksistensi unit setara skadron ini dengan fungsional unik, berstatus militer namun memegang tugas untuk kepentingan sipil.

Sejak tahun 1971, Satud Tani telah melaksanakan berbagai macam operasi mengatasi hama dan membantu aplikasi pertanian (penaburan benih, pupuk, penghijauan, dll.) lewat udara di seluruh Indonesia, yaitu:

  1. Operasi pemberantasan hama sexava di perkebunan kelapa sawit Kepulauan Sangir Talaud (1971, 1975 dan 1979), PTPN (Perkebunan Nusantara) II di Tanjung Morawa Medan dan PTP VI Sumatra Barat dan Jambi (1974), Maluku (1975), Jawa Barat (1976), dan Pulau Karakelang, Kepulauan Talaud (1979)
  2. Operasi pemberantasan hama tanaman padi di Indramayu, Jawa Barat (1973), di Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur dan Bali (1974), di Purworedjo, Kebumen dan Banyumas (1979), serta operasi penaburan benih padi, pupuk dan pemberantasan hama padi di Lampung (1973)
  3. Operasi aplikasi pertanian pada tanaman tebu di Jawa Barat, Jawa Timur dan Lampung untuk mengatasi hama pengerek dan cabuk hitam (1973)
  4. Operasi penghijauan dari udara di Brebes (1973), Ponorogo dan Madura (1974), dan Donggala (1975)
  5. Operasi pemberantasan hama wereng di Sumatera, Jawa, dan Bali (1974)
  6. Operasi pemberantasan hama kutu loncat pada tanaman lamtoro (petai cina) di Kabupaten Sikka, NTT/Nusa Tenggara Timur (1986)
  7. Operasi penelitian hama di PT Sang Hyang Seri, Sukamandi, Subang berupa percobaan insektisida dan herbisida (1989)
  8.  Operasi aplikasi pertanian pada tanaman pisang di PT NTF (Nusantara Tropical Farm), Lampung (1999)
  9. Operasi aplikasi pertanian sugarcane ripener dan ZPK (Zat Pemacu Kematangan) pada tanaman tebu di PT GPM (Gula Putih Mataram), Lampung (1979, 1981, 1999, 2000, 2002 dan 2003) serta di PT. GMP (Gunung Madu Plantation) Lampung (1987, 2003 s/d 2013)

Selain aplikasi pertanian, Satud Tani melaksanakan operasi pemberantasan wabah penyakit demam berdarah dengue, bekerjasama dengan Departemen Kesehatan. Penyemprotan (fogging) dari udara ini dilakukan di Semarang (1973), Menado (1974) dan Palembang (1980).  Operasi ini bahkan mendapat publikasi internasional lewat laporan WHO (World Health Organization).

Selain tugas utamanya dalam memberantas hama dan wabah penyakit, Satud Tani terlibat dalam tugas non-pertanian, yaitu:

  1. Operasi hujan buatan, kerjasama dengan BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) di Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta dan NTB/Nusa Tenggara Barat (1980), Waduk Jatiluhur, Jawa Barat (1987 dan 1988), dan Sungai Citarum, Jawa Barat (1999)
  2. Operasi pemadaman kebakaran hutan di Gunung Ceremai, Jawa Barat (1983)
  3. Operasi dukungan udara di Jalur Pantura, penarikan banner dan penyebaran pamflet di daerah Karawang (1987)
  4. Operasi angkutan udara dengan Pemda (Pemerintah Daerah) Irian Jaya (sekarang Papua) pada Operasi Gasetra (Gerakan Desa Sejahtera) dan penerbangan sipil di pedalaman Irian Jaya (1989 s/d 1995)
  5. Operasi terjun payung freefall pada Kejuaraan Dunia Terjun Payung di Lido, Jawa Barat (1996) dan penerjunan lainnya bekerjasama dengan KONI/Komite Olahraga Nasional Indonesia (1999 s/d 2001, 2008 s/d 2009)
  6. Operasi foto udara di daerah Tanggerang (2000) dan Lapangan Terbang Wirasaba (2004). 

Satud-Tani-Perangi-Hama-dan-Wabah-6Turbo-Porter milik Satud Tani sedang beraksi di atas aera persawahan. Dengan micronair terpasang di bawah sayap, dipastikan tetesannya lebih halus dan lebih merata.

Satud-Tani-Perangi-Hama-dan-Wabah-7Satud Tani bermarkas di Pangkalan Angkatan Udara Suryadi Suryadarma, Kalijati, Subang dan telah beroperasi sebagai unit militer sejak tahun 1971.

Dibandingkan dengan skadron lainnya, pesawat-pesawat milik Satud Tani tidak pernah ada yang jatuh atau mengalami kecelakaan fatal, padahal beroperasi di ketinggian rendah yang pastinya beresiko tinggi. Setelah Gelatik, giliran Ag Truck yang dipensiunkan pada tahun 1990-an, menyisakan tipe Turbo-Porter. Awal tahun 2000-an, lima unit pesawat tersebut masih utuh walaupun yang dioperasikan hanya tiga unit, dua unit operasional dan satu cadangan. Saat ini tersisa hanya dua unit Turbo-Porter, satu dalam keadaan utuh, lainnya tidak utuh.

Tidak bisa dipungkiri, Satud Tani “hidup” dari pemerintah, instansi, dan perusahaan perkebunan yang membutuhkan jasanya. Dengan kehadiran teknologi yang lebih murah dan lebih efektif operasionalnya yaitu drone, pesawat pertanian semakin tersingkirkan. Demikian juga Satud Tani walaupun telah memiliki banyak pengalaman namun akhirnya tergerus pula oleh kemajuan zaman. Seandainya Satud Tani terpaksa dilikuidasi demi efisiensi, setidaknya pesawat-pesawatnya tetap dipertahankan, terus dioperasikan untuk tugas-tugas sipil lainnya daripada berakhir menjadi koleksi museum semata atau dijual seluruhnya ke luar negeri. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)