Ditetapkan pula oleh Halim Perdanakusuma sasaran utamanya adalah Semarang (Guntei) dan Salatiga (Cureng) dengan alternatif Ambarawa yang telah diduduki Belanda. Tidak ketinggalan menyebut jalur penerbangan pulang menghindari kota-kota yang telah diduduki Belanda lainnya seperti Boyolali, tiap pesawat mengarahkan jalur penerbangan setelah serangan ke Solo, lalu ke Salatiga dan langsung ke Yogyakarta melewati Gunung Merapi dan Merbabu. Diingatkan juga kalau disergap pesawat tempur Belanda, mereka harus terbang rendah dan kecepatan rendah dengan memanfaatkan kelincahan pesawat menghindari tembakan musuh.

Hari-Bakti-TNI-AU-2
Kadet-kadet Sekbang Maguwo selain menggunakan Cureng sebagai pesawat latih, juga untuk pemotretan udara, penghubung, latihan terjun payung, dan pembom.

Pagi buta seluruh kadet pilot siap terbang. Sayang Hayabusha mengalami kerusakan pada sistem senjata sinkronisasinya, gagal diperbaiki sampai pukul 04.55. Tidak mau mengambi resiko, rencana tetap dilanjutkan dan harus dimulai segera. Guntei akan terbang sendiri menyerang Semarang dan terbang pada urutan pertama, diikuti kedua Guntei menyerang Salatiga. Pukul 05.11 seluruh pesawat lepas landas dari landasan pacu yang diterangi lampu sorot dan deretan lampu mobil.

Karena belum pernah terbang malam, koordinasi berjalan tidak mulus. Suharnoko Harbani bukannya mendampingi Soetardjo Sigit, justru mengikuti Mulyono dan ketika sadar atas kekeliruannya, memutuskan menyerang target alternatif, Ambarawa. Soetardjo Sigit tetap terbang menuju sasaran Salatiga dan Mulyono tetap ke Semarang. Aksi pemboman heroik ini berlangsung kurang lebih satu sampai satu setengah jam. Misi berhasil ! Semua pesawat berhasil mendarat kembali ke Maguwo dan disembunyikan dengan baik.

Bagi Belanda, serangan udara balasan ini tidak ada artinya. Menurut laporan resminya, aksi yang dilakukan Mulyono untuk menyerang pelabuhan di Semarang justru meleset ke sebuah kampung dan menewaskan tujuh orang. Di Salatiga, serangan yang menurut kesaksian Soetardjo Sigit adalah markas militer Belanda yang berupa gedung besar ternyata adalah rumah sakit. Kedua bom 50 kg yang dijatuhkannya tidak meledak. Tidak ada laporan mengenai kerusakan di Ambarawa.

Bagi Indonesia, walaupun sadar juga efeknya kecil, setidaknya serangan udara balasan ini meninggikan semangat perjuangan gerilyawan TNI yang telah berhari-hari diserang dan terdesak terus menerus. Terlebih lagi aksi ini tercatat dalam sejarah Indonesia sebagai yang pertama kali dilakukan oleh AURI.

Hari-Bakti-TNI-AU-5

Nakajima Ki-51 “Sonia” (Guntei) yang dijuluki Banteng ini merupakan tipe pesawat pembom tukik yang digunakan kadet Mulyono menyerang kota Semarang yang dikuasai militer Belanda.

Ketika pemboman berlangsung, Belanda mengira serangan ini dilakukan oleh gerilyawan TNI. Saat diketahui oleh intel bahwa aksi dilakukan oleh pesawat dan pergerakannya dari Yogyakarta, Belanda segera mengerahkan pesawat tempurnya dari Skuadron 120 berkekuatan Curtiss P-40 Kittyhawk. Yang pasti serangan ini apalagi dilakukan oleh pesawat-pesawat eks Jepang yang dianggap telah hancur seluruhnya, benar-benar mengagetkan. Sebagai reaksinya ML (Militaire Luchtvaart) menerbangkan patroli udara seharian penuh.

Sekitar pukul 07.00 formasi pertama Kittyhawk tiba di Maguwo. Mereka hanya dapat menyambar-nyambar tapi tanpa menemukan sasaran apapun. Formasi berikutnya dilanjutkan pada siang hari dan terakhir formasi keempat dilakukan pada sore hari sekitar pukul 17.00. Pada formasi terakhir inilah AURI mendapat konsekuensi dari serangan udara atas tiga kota yang dilakukan pagi harinya. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)