Di era kejayaannya untuk Kampanye Trikora, AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia), selain mendatangkan pesawat tempur jet jenis MiG-17, juga membeli satu skadron pesawat pembom jet Ilyushin Il-28 “Beagle”.

Il-28 melaksanakan terbang perdana di Indonesia pada tanggal 4 Oktober 1959 di Bandara Kemayoran. Untuk tahap pertama, dikirim delapan unit lewat laut dan diterima bulan sebelumnya. Tipe pembom jet pertama ini bermesin dua, diproduksi secara lisensi di Cekoslovakia dengan kemampuan membawa tiga ton bom dan radius tempur lebih dari 2.000 km. Selain membawa bom, pesawat ini dilengkapi pula persenjataan sepasang meriam Nudelman-Rikhter NR-23 kaliber 23 mm di bawah hidung pesawat dan sepasang meriam tipe yang sama di ekor sebagai senjata defensif.

Saat itu di Kemayoran sudah terbentuk Skadron 11 Kesatuan Pantjar Gas (KPG). Pantjar gas adalah istilah lama untuk mesin jet (baca : Pantjar Gas, Awal Hadirnya Mesin Jet di Indonesia). Skadron 11 ini awalnya berkekuatan delapan unit pesawat latih jet de Havilland DH.115 Vampire namun pada tahun itu sudah ditambah armada pesawat latih jet Mikoyan Gurevich MiG-15UTI “Fagot” dan pesawat tempur jet MiG-17 “Fresco”. Sebagai tahap awal dan uji coba, Il-28 digabung ke kesatuan ini sebagai satu-satunya skadron AURI yang berpengalaman dalam mengoperasikan pesawat bermesin jet.

Il-28-AURI-1Il-28U atau versi latih bertempat duduk ganda. AURI memiliki empat unit dan diberi nomor M-802, 803, 805, dan 806. 

Il-28-AURI-2Il-28 M-844 merupakan salah satu dari 14 unit versi pembom yang dimiliki AURI. Selain versi latih dan pembom, AURI juga memiliki versi intai/pemotretan udara M-821 dan M-823 serta versi pembom torpedo M-851 dan M-852.

Dua tahun kemudian tepatnya pada tanggal 1 Juni diputuskan untuk membentuk skadron tersendiri untuk Il-28 yaitu Skadron 21. Ada 20 unit Il-28 yang dioperasikan, terdiri atas empat unit versi latih Il-28U, dua unit versi intai/pemotretan udara Il-28R, dan sisanya versi pembom. Nantinya dua unit versi pembom torpedo Il-28T datang sehingga total ada 22 unit.

Dengan jumlah sebanyak ini hanya segelintir yang memiliki kualifikasi sebagai pilot Il-28, setali tiga uang dengan navigator/bombardir, semuanya berpengalaman terbang dengan pembom bermesin piston North American B-25 Mitchell dan Douglas B-26 Invader milik Skadron 1 Pembom. Mereka dikonversi dengan mendatangkan instruktur dari Uni Soviet. Kru Il-28 sendiri terdiri atas tiga orang, pilot, navigator/bombardier, dan penembak ekor.

Untuk melengkapi kebutuhan kru tambahan dengan segera, AURI lantas mengirim kadet untuk berlatih di Cekoslovakia sebanyak 46 orang yang disebut Tjakra 1. Pelatihan ini juga dibagi lagi untuk pilot, navigator/bombardier, dan navigator. Dari Tjakra 1 itu dihasilkan 15 orang pilot Il-28, tapi setelah pendidikan transisi di Indonesia jumlah itu berkurang menjadi sembilan orang saja. Agar tidak sia-sia, pilot pembom yang gagal ini diarahkan untuk menjadi pilot helikopter dan pesawat angkut di skadron lain, atau mengikuti pendidikan navigator/bombardier Il-28.

Karena bukan negara anggota Pakta Warsawa, AURI harus puas menerima Il-28 versi ekspor yang telah diturunkan standarnya. Terlebih lagi karena dirancang di negara sub tropik, performa pesawat pembom taktis yang terbang perdana pada tahun 1948 ini menurun drastis. Bila dibandingkan dengan pembom sejenis buatan Blok Barat yaitu English Electric Canberra, Il-28 kalah jauh dari sisi teknologi dan kenyamanan. Alat pembidik bom pada Il-28 merupakan buatan era Perang Dunia II, sistem kendalinya masih menggunakan pneumatik yang menguras tenaga daripada hidrolik. Tapi itulah tipikal seluruh pesawat buatan Blok Timur, cenderung lebih mementingkan kuantitas daripada kualitas.

AURI mengerahkan Il-28 dengan pengawalan MiG-17 dalam Satgas (Satuan Tugas) Senopati saat Kampanye Trikora pada tahun 1962. Berbasis di Morotai dan Pattimura, Il-28 bertugas sebagai unit pengelabuan, terbang tinggi sehingga operator radar Belanda fokus padanya sementara pesawat angkut Lockheed C-130B Hercules terbang rendah, melaksanakan tugas infiltrasi di Papua dengan menerjunkan pasukan para/lintas udara.

Saat kampanye itu, Il-28 tidak pernah menjatuhkan bom ke sasaran militer milik Belanda di Papua karena belum terjadi perang terbuka. Aksi senjata milik Il-28 justru terjadi saat melakukan penembakan meriam terhadap kapal asing yang berada di wilayah terlarang. Il-28 dan pesawat pengawalnya, MiG-17 berhasil merusak parah sasaran laut itu yang ternyata merupakan kapal nelayan asal Jepang! Untungnya aksi ini tanpa korban jiwa walaupun kapal sipil itu harus ditarik ke pelabuhan karena lumpuh dan nyaris tenggelam.

Selama Kampanye Trikora, AURI kehilangan dua unit Il-28, satu unit jatuh di laut saat menjelang pendaratan di Morotai, lainnya mengalami hard landing di Pattimura. Konflik Indonesia vs Belanda demi merebut Papua ini akhirnya selesai di meja perundingan. Pasca Trikora, gelombang kedua atau Tjakra 2 menghasilkan tambahan selusin pilot Il-28 lagi. Saat dicanangkan Kampanye Dwikora, Il-28 kembali dilibatkan, kali ini berpangkalan di Medan, Sumatra Utara dan ikut beroperasi bersama-sama alutsista (alat utama sistem senjata) AURI terbaru, pesawat tempur jet supersonik MiG-21 “Fishbed” dan pembom strategis jet Tupolev Tu-16 “Badger”.

Il-28-AURI-3Hard landing! Il-28 M-848 mengalami kecelakaan di Pattimura. AURI kehilangan dua unit Il-28 saat berlangsungnya Kampanye Trikora.

Il-28-AURI-4M-824 merupakan versi pembom. Il-28 “Beagle” direncanakan hanya beroperasi singkat di AURI, sebagai jembatan penghubung dari pembom piston ke pembom jet taktis lalu lanjut ke versi strategis, Tupolev Tu-16 “Badger”.

Pembom “Badger” inilah yang berikutnya menggantikan “Beagle”. Dalam rencana AURI, pengoperasian Il-28 memang singkat, kurang dari lima tahun. Skadron 21 dilikuidasi tahun 1964 dengan seluruh personilnya digabungkan ke Skadron 41 dan 42, tempat Tu-16 bernaung. Bagi AURI, Il-28 memang hanya mengisi celah, menjadi jembatan penghubung dari pembom piston ke pembom jet strategis.

“Beagle” eks Skadron 21 ini lantas dihibahkan ke Skuadron 500 Dispenerbal (Dinas Penerbangan Angkatan Laut) yang bermarkas di Bandara Juanda, Surabaya untuk digabungkan dengan Il-28T versi pembom torpedo yang sudah dimiliki. Sayangnya banyak di antaranya dinilai sudah tidak laik terbang. Untuk mengembalikan ke kondisi semula terhambat oleh embargo suku cadang dari negara-negara Blok Timur akibat runtuhnya Orde Lama. Setelah terjadi lima kali kecelakaan terbang, Il-28 ini juga dipensiunkan dari Dispenerbal pada tahun 1970. (Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)