Proyek drone atau pesawat tanpa awak, atau dalam bahasa Inggris disebut UAV (Unmanned Aerial Vehicle)—kadang disebut juga RPV (Remote Pilot Vehicle)—yang menjadi tren riset teknologi di kampus, instansi pemerintah, dan industri penerbangan di Indonesia pada tahun 2000-an sebenarnya sudah dirintis lebih dari dua puluh tahun lalu oleh PT. Chandra Dirgantara.
Walaupun tidak sukses merealisasikan pesawat komuter XT-400 karena aspek politis (Baca: LAPAN XT-400, “Kakak Tiri” N219 yang Terlupakan), PT. Chandra Dirgantara masih menjalin hubungan riset dengan LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) lewat divisinya bernama Multiplan Engineering pimpinan staf teknik Suharto dengan membangun drone XTG-1 pada tahun 1978.
Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari drone ini, hanyalah sebuah pesawat aeromodelling RC (Remote Controller) dengan ukuran besar. PT. Chandra Dirgantara memang telah berpengalaman membangun dan menerbangkan pesawat aeromodelling berukuran besar, salah satunya saat proyek XT-400 membangun model skala 1:4 bermesin ganda yang terbang dengan sukses.
XTG-1 sedang diuji di depan kantor PT. Chandra Dirgantara, Melawai VIII, Jakarta (atas). Drone ini sebenarnya pesawat RC high wing berukuran besar, tampak detail mesin dan remote control (bawah).
Uji coba terbang XTG-1 di lapangan terbang Pondok Cabe dengan menggunakan ketapel (atas) dan tanpa roda depan untuk mengurangi berat (bawah).
Drone bermesin tunggal ini dapat digunakan untuk tugas pengintaian dan pemotretan. Payload yang berupa kamera dapat dikontrol lewat RC Futaba 6 channel yang dimodifikasi. Sayang karena teknologi waktu itu belum memungkinkan, uji coba pemotretan udara ini kabur, tidak fokus, dan tidak tepat sasaran/obyek yang ingin difoto.
Walaupun demikian performa dan operasional terbangnya cukup memuaskan, beberapa uji coba terbang dilakukan di lapangan terbang Pondok Cabe, baik secara konvensional atau diluncurkan dengan ketapel (catapult launching) sehingga dapat lepas landas tanpa landasan pacu.
Tiga tipe drone TNI-AD : AOV, Falcon, dan Aerial Target. Ketiganya diuji coba oleh Dislitbang TNI-AD pada tahun 1980-an.
Uji terbang awal drone TNI-AD Aerial Target. Seperti namanya drone ini dipakai untuk sasaran tembak meriam anti pesawat terbang.
Setelah sukses dioperasikan, drone TNI-AD Aerial Target melaksanakan uji penembakan di Malang tahun 1987.
Uji coba ini ternyata menarik perhatian instansi TNI-AD (Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Darat). PT. Chandra Dirgantara lewat Dislitbang (Dinas Penelitian dan Pengembangan) TNI-AD menawarkan dua tipe drone, satu tipe untuk tugas target udara (aerial target) dan tipe lainnya adalah AOV (Aerial Observation Vehicle).
Untuk tipe aerial target, desain dan pengembangannya lebih sederhana karena hampir serupa dengan XTG-1. Drone ini terbang dan menjadi target meriam artileri pertahanan udara. Tidak masalah bila tertembak peluru meriam dan jatuh karena itu memang tujuannya. Dibuat secara sederhana dan dengan bahan murah, drone ini dapat dibangun kembali dengan cepat. Tipe ini telah dievaluasi saat latihan pertahanan udara di Malang pada tahun 1987.
Laman: 12
Apakah PT CHANDRA DIRGANTARA masih berfungsi?
SukaSuka
Masih ada perusahaan dan kantornya, di Halim Perdanakusuma. Tapi tidak mengurus penjualan pesawat atau desain pesawat lagi seperti kejayaannya era 1970-1980-an. Sekarang hanya menjadi perusahaan pengadaan barang dan jasa skala kecil (contoh: penyedia bahan seragam) bagi kebutuhan TNI-AU.
SukaSuka
Usahanya hanya menjadi penyedia bahan seragam saja? Tidak ada sama sekali kegiatan lainnya seperti pengadaan pesawat terbang dan pengadaan suku cadang pesawat terbang yang dilakukan oleh PT Chandra Dirgantara dimasa lalu dan desain pesawat terbang seperti yang dilakukan oleh Alm Ir. Suharto.
Saya sejak tahun 1966 sampai dengan tahun 80 an bekerja di PT Chandra Dirgantara sangat menyayangkan hal itu.
SukaSuka
Oh ya ? Banyak pengalaman dong di Chandra Dirgantara ? Cerita-cerita dong, pak. Ada foto bapak muncul di dokumentasi ?
Terakhir saya ke kantor Chandra Dirgantara bersama Ir. Suharto alm tahun 2012 atau 2013, lupa….ya ketemu dengan pimpinannya. Mereka bilang begitu, masih eksis dan bekerja di bidang jasa buat pengadaan TNI-AU.
Mereka bahkan baru tahu tentang sejarah panjang Chandra Dirgantara termasuk proyek-proyek era 1970-1980-an.
Kurang tau kalau sparepart pesawat terbang, mereka hanya menyebut menyediakan bahan seragam atau sejenisnya.
SukaSuka
luar biasa terkotak – kotaknya kita ya. Tahun 1987 sudah bisa bikin drone utk pengintaian dan drone target tapi tahun 2013 PT DI masih tertatih tatih buat bikin Drone Wulung? Tak adakah pimpinan yang rendah hati untuk bisa menghimpun semua kemampuan anak bangsa dengan memberikan tempat yang baik bagi seluruh potensi bangsa yang luar biasa itu?
SukaSuka
Bukan terkotak-kotak, melainkan terpusat. Segala riset iptek dirgantara dipusatkan di IPTN dan Habibie. Kalau terkotak-kotak sih lebih baik, ada proyek instansi, proyek nasional, proyek swadaya masyarakat, dsb.
Saya sebenarnya tidak suka harus dipimpin oleh sosok di pemerintahan. Terlalu banyak birokrasi, terpusat sehingga kurang berkreasi, apalagi kalau uang turun dari pemerintah, wah banyak yang minta ini-itu. Mending balik ke swasta, pemerintah jadi fasilitator saja, misalnya memberikan keringanan pajak untuk impor mesin produksi, mesin pesawat, atau material.
SukaSuka