Gagal menguasai secara penuh jajahannya, Belanda akhirnya menggelar Aksi Polisionil lanjutan, Politionele Actie II -versi Indonesia, Agresi Militer Belanda II pada tanggal 19 Desember 1948. Tujuannya menguasai ibukota Republik Indonesia, Yogyakarta dan menangkap seluruh pejabat pemerintahannya termasuk Presiden Soekarno.
Pasca Perjanjian Renville di mana Belanda hanya mengakui wilayah Republik Indonesia meliputi Jawa Tengah, Yogyakarta, dan sebagian Sumatra, dan dibatasi oleh garis demakrasi (Garis Van Mook), memaksa TNI (Tentara Nasional Indonesia) hijrah dan bertahan di kantong-kantong pertahanan gerilya. Tapi perjanjian itu dianggap dilanggar oleh Belanda, karena beberapa kali penyerangan dilakukan di wilayah pendudukan Belanda.
Pemerintah Belanda dan Hindia Belanda lantas memutuskan melakukan intervensi militer. Situasinya bagi Belanda sangat menguntungkan, blokade berhasil mengurangi pasokan senjata serta menguasai sebagian besar sumber ekonomi berkat kesuksesan operasi militer yang dilakukan setahun lalu (Baca :70 Tahun Agresi Militer Belanda I – Operatie Pelikaan). Lebih-lebih kekuatan TNI semakin melemah akibat pemberontakan komunis di Madiun. Operasi militer lanjutan ini disebut Operatie Krai (Operasi Gagak).
Ujung tombak serangan udara terhadap lapangan terbang Maguwo adalah satu flight pembom Mitchell milik Skadron 18.
Untuk persiapan menguasai Yogyakarta ini, Belanda mengandalkan dua kompi lintas udara KST (Korps Speciale Tropen) yang kebanyakan berasal dari Timor dan Ambon. Mereka ini telah siap di Andir, Bandung sejak tanggal 16 Desember dan akan diterjunkan di atas lapangan terbang Maguwo dengan menggunakan 16 unit Douglas C-47/DC-3 Dakota milik Skadron 20 ML-KNIL (Militaire Luchtvaart-Koninklijk Nederlands Indisch Leger), 10 unit Dakota milik MLD (Marine Luchtvaart Dienst), dan 10 unit Dakota milik maskapai KLM IIB (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij Interinsulair Bedrijf ) yang telah dimiliterisasi.
Lapangan terbang Maguwo sangat penting karena dari sinilah pasukan dan logistik masuk. Untuk dukungan pesawat tempur, Belanda mengerahkan Skadron 120 (berkekuatan Curtiss P-40 Kittyhawk) dan 121 (North American P-51 Mustang), keduanya telah siap di Kalibanteng, Semarang pada tanggal 17 dan 18 Desember. Untuk mengantisipasi serangan balasan dari udara oleh AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) seperti sebelumnya (Baca :70 Tahun Hari Bakti TNI-AU-Penyerangan di Tiga Kota), Skadron 332 berkekuatan Supermarine Spitfire tidak ikut menyerang, diserahkan tugas menjaga wilayah Semarang.
Pasukan para KST siap di Andir untuk terjun di atas Maguwo, kebanyakan berasal dari Timor dan Ambon serta dipimpin oleh perwira Belanda.
Setelah serangan udara, barulah dilakukan operasi lintas udara pada pukul 6.30. Total dikerahkan hampir 40 unit Dakota dan 250 pasukan para untuk penyerbuan ini.
Skadron 18 yang berkekuatan North American B-25 Mitchell sebagai ujung tombak serangan pertama juga dipindahkan ke Semarang secara diam-diam bersama-sama beberapa Dakota lainnya sebagai pesawat angkut cadangan. Untuk tugas intai artileri dan dukungan pasukan darat, militer Belanda mengandalkan Skadron 6 VARVA (Verkenning en Artillerie Waarneming), beberapa flight (terdiri atas tiga sampai empat pesawat) telah ditempatkan di Semplak (Bogor), Andir, Kalibanteng, Wirasaba (Purbalingga), dan Perak (Surabaya). Karena sebagian besar Auster tidak laik terbang maka tugas VARVA kebanyakan dibebankan kepada Piper Cub.
Serangan ke Yogyakarta dimulai pada hari Minggu, tanggal 19 Desember 1948 pukul 05.30 pagi. Tiga Mitchell menjatuhkan bom tepat di tengah landasan Maguwo, lalu diikuti serangan roket dan senapan mesin oleh Kittyhawk dan Mustang untuk menghancurkan pertahanan pangkalan, menara pengawas, dan bangunan-bangunan sekitarnya. Selain itu pesawat tempur ini juga mengincar mobil dan kendaraan yang lewat, salah satunya mobil yang ditumpangi Perdana Menteri M. Hatta yang baru saja pulang setelah mengunjungi Koeliarang (Kaliurang). Mobilnya hancur tapi Hatta selamat.
Operasi militer ini dipimpin langsung oleh Letjen (Letnan Jenderal) Simon Hendrik Spoor yang berada di salah satu Mitchell. Setelah dianggap aman, pukul 6.30, Dakota mulai terbang di atas Maguwo dan menerjunkan pasukan. Tugas pertama pasukan para ini adalah menjinakan peledak yang sudah dipasang TNI agar Maguwo jangan sampai jatuh ke tangan musuh dalam keadaan utuh. Ternyata detonator sudah dilepas karena permintaan dari delegasi-delegasi KTN (Komisi Tiga Negara) PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang ingin mendamaikan kedua belah pihak. Setelah serangan udara, banyak pasukan TNI yang bertugas menjaga Maguwo gugur. Pasukan para mendapat perlawanan minim setelah berhasil menjinakan seluruh bahan peledak.
Pukul 8.00 praktis Maguwo dikuasai Belanda dan sembilan menit kemudian, Dakota pertama mendarat untuk mewujudkan jembatan udara Semarang-Yogyakarta. Ada 132 penerbangan dilakukan pada hari pertama dan sebanyak 2.600 pasukan, 80 jip, amunisi, makanan, dan air minum berhasil didaratkan di Maguwo.
Mustang milik Skadron 122 berpangkalan di Medan ini menjadi andalan ML-KNIL untuk penyerbuan ke basis TNI di Sumatra saat Aksi Polisionil II.
PBY Catalina digunakan MLD untuk tugas pengintaian dan mengangkut pasukan marinir untuk operasi tempur di Sumatra.
Sementara itu Belanda juga melaksanakan Operasi Zuiderkruiss (Southern Cross), ditujukan untuk menyerang lapangan-lapangan terbang yang dikuasai AURI untuk mengantisipasi serangan balasan. Empat unit Firefly milik MLD menyerang Maospati dan berhasil menghancurkan pembom Kawasaki Ki-48 “Lily” dan meriam anti pesawat kaliber 35 mm. Dua Firefly lainnya menyerang lapangan terbang di Kediri dan Tjampoerdarat (Campurdarat) walaupun tidak terlihat satupun pesawat di sana. Di Maguwo sendiri pasukan para berhasil menguasai beberapa Yokosuka K5Y “Willow” (Cureng), satu pesawat penumpang bermesin empat bersayap ganda de Havilland DH-86 (diberi registrasi oleh AURI, RI-008), dan satu pesawat amfibi PBY Catalina (RI-006).
Hari pertama Belanda sukses besar, Yogyakarta dikuasai sekaligus menangkap sebagian besar pimpinan dan pejabat Republik Indonesia termasuk Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Hatta tapi pertempuran jauh dari usai. Pesawat tempur termasuk pesawat Catalina milik MLD terus mengitari dan menyisir daerah di Jawa. Total sampai 350 sorti dan 800 jam terbang dilakukan sampai tanggal 31 Desember 1948 operasi militer dinyatakan selesai. Pulau Jawa telah dikuasai Belanda!
Laman: 12